DIDADAMEDIA, Bandung - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengirimkan Unit Respons Cepat Perlindungan Khusus Anak (URC-PKA) untuk melakukan asesmen hingga dukungan spesifik perlindungan anak-anak korban kasus pelecehan dan perilaku seks menyimpang di Kabupaten Garut.
Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Nahar mengatakan, anak-anak tersebut memang melakukan kesalahan, namun mereka juga adalah korban dari teknologi serta minimnya pengawasan orangtua dan lingkungan.
Maka, pemerintah pusat dan daerah berkewajiban serta bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak-anak itu, sesuai dengan amanah UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
"Kami sangat mengapresiasi langkah cepat yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian, Dinas PPPA dan P2TP2A setempat. Kami harap kasus ini harus dikawal dan semua orang harus terlibat dalam upaya pemulihan kondisi psikologis anak korban dan anak pelaku. Kita juga memiliki PR besar untuk mencegah anak-anak ini mendapatkan stigma dari masyarakat yang mungkin akan memperburuk kondisi psikologis mereka," ujar Nahar dalam rilisnya, Senin (29/4/2019).
BACA JUGA :
Kemen PPPA diakuinya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Nahar menambahkan, Kemen PPPA telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Garut agar kasus ini dikawal dengan baik oleh pemerintah daerah. "Baik anak korban maupun anak pelaku harus mendapatkan penanganan psikologis yang tepat," tegasnya.
Hari ini tim dari Kementerian PPPA bergabung dengan tim P2TP2A dan Himpunan Psikolog Westaria melakukan penjangkauan, asesmen dan terapi kepada anak-anak dan orangtua untuk secara bertahap memulihkan kondisi psikologis mereka.
Nahar kembali mengingatkan semua pihak tentang bahaya pornografi dan mendorong para orangtua untuk mendampingi dan mengawasi anak saat menggunakan gadget. Keterpaparan anak terhadap pornografi salah satunya disebabkan oleh lingkungan teman sebaya.
Seperti diketahui, kasus yang terjadi di Kelurahan Margawati, Kabupaten Garut ini mulai diketahui ketika salah satu orangtua korban dan tokoh masyarakat setempat melapor ke Polres Garut untuk ditindaklanjuti.
Keterangan dari Polres menyebutkan bahwa pelaku berjumlah 19 orang dengan rentang usia 8 hingga 13 tahun, dan perkembangan terakhir berjumlah 32 orang.
Perilaku mereka yang masih tergolong anak-anak ini diduga berawal dari kebiasaan menonton video porno pada handphone yang dimiliki salah satu anak yang berujung kecanduan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari para psikolog beberapa di antara para pelaku pernah menjadi korban pelecehan dan pada usia anak-anak sudah terpapar dengan video porno.
Hal ini secara psikologis menimbulkan disonansi kognitif pada anak, yaitu anak tidak mampu secara jelas dan objektif membedakan perasaan senang sesaat yang ditimbulkan dari menonton video porno dan melupakan konsekuensi yang ditimbulkan.