Fenomena Tanah Bergerak di Majalengka dan Sukabumi, Ini Kata Geologi

fenomena-tanah-bergerak-di-majalengka-dan-sukabumi-ini-kata-geologi Ilustrasi. (Net)

DIDADAMEDIA, Bandung - Fenomena pergerakan tanah terjadi di Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sukabumi dalam waktu yang berdekatan. Curah hujan yang tinggi dan penjenuhan air di dalam tanah menjadi salah satu penyebabnya.

Di Majalengka, pergerakan tanah terjadi di Desa Mekarmulya, Kecamatan Lemahsugih. Sementara di Kabupaten Sukabumi terjadi di dua lokasi, yaitu Kampung Gunungbatu, Kecamatan Nyalindung dan tanah ambles sedalam 12 meter di Kampung Legoknyenang, Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit.

Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah dari Badan Geologi Kementerian ESDM, Agus Budianto menuturkan, kejadian di Majalengka dan Sukabumi sebenarnya adalah fenomena yang terulang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Meski tidak di lokasi sama, namun selalu di wilayah dengan formasi batuan yang relatif sama.

Agus menjelaskan, kedua wilayah tersebut di bawahnya terdapat komposisi tanah bebatuan lempung yang bergerak ketika banyak air jenuh terkumpul di satu titik.

"Ketika dia (bebatuan) sudah bergerak, dia menuju kestabilan, kemudian akan bergerak lagi kalau terakumulasi airnya dan curah hujan tinggi," ujar Agus saat dihubungi melalui telepon, Minggu (28/4/2019).

Seperti yang terjadi di Majalengka, Agus mengungkapkan sudah menurunkan tim dan melakukan evaluasi. Berdasarkan fakta lapangan, wilayah tersebut terdapat bebatuan breksi yang pemilahannya buruk dan disebut sebagai produk erupsi gunung api.

Kemudian didasari juga oleh bebatuan lempung yang bersifat kedap, dan ketika terjadi hujan berintensitas tinggi secara terus menerus mereka bereaksi dan akhirnya bergerak.

"Ketika curah hujan tinggi lapisan jadi jenuh, dan ada kemiringan walaupun rendah itu menyebabkan wilayah tersebut terus bergerak. Itu jadi satu ancaman permanen, dalam pengembangan satu wilayah kita harus memperhatikan faktor ini," ungkapnya.

Begitu pula kasus pergerakan di Kecamatan Nyalindung, Sukabumi yang formasi karaktermya bebatuan lempung. Namun di sana dampaknya lebih luas karena ada beban lebih besar di atas tanah.

"Menyebabkan pergerakan tanah dalam skala yang lebih luas, dan kebetulan di situ ada pembebanan menyebabkan mudah bergerak saat musim hujan walaupun sudut miringnya rendah," imbuh Agus.

Kemudian untuk kejadian di Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Agus menyebut fenomena tersebut adalah tanah ambles. Kasus serupa juga ternyata pernah terjadi pada 2018, faktornya karena adanya aliran sungai purba di bawah tanah dan sedimennya mengalami pelapukan.

Sungai yang mengalir di jalur bawah tanah itu dari waktu ke waktu mampu mengerosi jalurnya. Diperparah oleh curah hujan tinggi sehingga tanah ambles akibat energi sungai menjadi lebih kuat

"Ini bukan kejadian sekali sudah berulang kali dalam perkembangan waktunya. Kita sudah membuat laporannya di tahun 2018 bisa diakses di situs kami. Jadi itu parameter lokal geologi yang dipicu curah hujan tinggi," tegasnya.

Editor: redaktur

Komentar