DIDADAMEDIA, Bandung - Perguruan Tinggi dinilai punya peran penting untuk menanamkan integritas sebagai bentuk mewujudkan budaya antikorupsi pada diri masing-masing. Untuk melatihnya, dapat dilakukan dengan cara membiasakan jujur dan mengevaluasi kekurangan diri.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sujanarko saat mengisi kuliah umum dalam acara Festival Integritas Pendidikan Antikorupsi di Aula Timur Kampus ITB, Bandung, belum lama ini.
Acara tersebut merupakan rangkaian kegiatan kuliah Pendidikan Antikorupsi yang diselenggarakan oleh ITB.
"Integritas harus dijunjung tinggi dan dibiasakan. Integritas memiliki arti menjalankan sesuatu yang baik dan benar tanpa diawasi. Perguruan tinggi juga memiliki peran dalam inisiatif antikorupsi," kata Sujanarko dalam rilisnya.
Sujanarko mencontohkan beberapa upaya yang dapat dilakukan Perguruan Tinggi dalam membangun pendidikan korupsi di antaranya yaitu kampanye antikorupsi, kajian antikorupsi, menjunjung etika dan integritas, transparansi, pengabdian masyarakat, akses pelaporan serta menolak gratifikasi.
Dia menambahkan, kemampuan, pengetahuan dan perilaku harus seimbang untuk membentuk manusia yang antikorupsi. “Skill knowledge dan attitude ini saling berhubungan sehingga harapannya ketika manusia memiliki ketiga hal tersebut maka korupsi dapat dicegah di negeri ini,” ucapnya.
BACA JUGA :
Lebih lanjut dia memaparkan dalam menangani kasus korupsi dibutuhkan orang-orang yang memiliki kompetensi. Selain itu, kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi telah berdampak besar dalam suatu penyelidikan kasus tindak pidana korupsi.
Kompetensi yang dimaksud Sujanarko ialah pertama computer forensic. “Jadi computer forensic merupakan ilmu forensik yang berkaitan dengan bukti legal yang ditemukan pada komputer dan media penyimpanan digital. Ilmu ini bertujuan untuk keperluan investigasi korupsi. Penyelidikan ini memerlukan seorang yang ahli karena data yang diteliti bisa mencapai jutaan file,” terangnya.
Kompetensi kedua ialah akuntasi forensic yang merupakan keahlian dalam mengidentifikasi aliran keuangan. Dengan begitu, ahli-ahli yang bekerja di KPK, tidak hanya seorang ahli hukum saja melainkan juga harus ahli dalam bidang teknologi.
“Tentu saja dengan keahlian ini kita dapat melakukan audit, valuasi bisnis, dan mendeteksi pencucian uang,” tuturnya.
Keahlian lainnya adalah intercept communication. Sujanarko mengatakan bahwa keahlian ini dalam rangka menangkap atau memintas jalur komunikasi pada pelaku atau suatu instansi yang terduga melakukan tindak pidana korupsi.
“Berantas korupsi perlu insinyur-insinyur dan tenaga ahli dalam bidang tersebut karena Indonesia masih ketinggalan jauh dari sisi teknologi,” pungkasnya.