DIDADAMEDIA, Bandung - Lembaga pemantau Pemilu, Democracy Electoral Empowerment Partnership (DEEP) mengemukakan empat catatan kritis dalam kontestasi politik di Indonesia tahun ini.
Direktur DEEP, Yusfitriadi mengatakan, empat isu krusial yang berkembang dalam perjalanan Pemilu 2019 ini harus segera diantisipasi agar tercipta pesta politik yang aman, damai dan lancar.
Dia menjelaskan, keempat catatan kritis itu, pertama adalah soal ketidakjelasan ketetapan hukum Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dia mencontohkan di Jawa Barat hingga hari ini, KPU Provinsi masih menggelar rapat penetapan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), padahal pelaksanaan Pemilu tinggal lima hari lagi.
"Tapi DEEP memandang bahwa setelah ditetapkan pun itu tidak menjamin masyarakat sudah terkakomodir semua. Masyarakat pun harus mengawal terus proses DPT ini," ujar Yusfitriadi dalam konferensi pers di Bandung, Jumat (12/4/2019).
Kedua, potensi terjadinya politik uang (money politic) cukup tinggi karena berkaitan dengan regulasi ambang batas parlemen (parliamentary treshold) sebesar 4% dari total perolehan suara sah secara nasional.
BACA JUGA :
Artinya, dari berbagai hasil survei saat ini menyatakan hanya lima atau enam parpol yang mampu lolos parliamentary treshold dari 16 parpol terdaftar. Maka menurutnya, setiap parpol akan melakukan segala cara demi meloloskan diri dari persyaratan tersebut.
"Dalam masa tenang dan masa pungut hitung, usaha apapun akan mereka lakukan agar masuk empat persen, termasuk politik uang. Bahkan, mungkin serangan fajar dan itu mencederai proses demokrasi yang kita cita-citakan," imbuhnya.
Ketiga, terkait politik identitas yang dinilainya banyak parpol menggiring isu agama sebagai jalan memenangkan pertarungan politik. Namun, dampak negatifnya yakni tidak membuat masyarakat cerdas dalam menentukan pilihan atau merespons dinamika politik hari ini.
Bahkan, tidak menampik sangat riskan terjadi friksi atau perpecahan di kalangan masyarakat kelas bawah.
Keempat, maraknya black campaign dan negative campaign melalui media sosial yang membuat masyarakat seolah tergiring untuk menentukan pilihan pemimpin melalui saluran tersebut.