DIDADAMEDIA, Jakarta - Pengamat politik Universitas Paramadina, Yandi Hermawandi menilai kedua calon presiden baik capres nomor urut 01 Joko Widodo maupun capres nomor urut 02 Prabowo Subianto kurang mengelaborasi tantang internasional terkini di bidang ekonomi dan siber.
"Misalnya, bagaimana sikap Indonesia menghadapi gempuran kekuatan ekonomi China dan Amerika Serikat?," kata Yandi menanggapi debat capres putaran keempat di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, utang luar negeri terutama dari China banyak menjerat negara-negara debitor seperti Indonesia. Padahal ini problem nyata internasional terkini.
"Tapi, kenapa tidak di elaborasi," katanya menyayangkan.
Di bidang siber, seperti soal peraturan kerahasiaan data pengguna facebook dan masalah big data juga tidak dielaborasi padahal jumlah pengguna internet Indonesia ini salah satu terbesar di dunia.
Berkaitan dengan pemerintahan berteknologi 4.0, Jokowi akan menjalankan menciptakan pemerintah Dilan (digital melayani).
Selama menjabat Jokowi mengklaim sudah menjalankan integrasi teknologi dengan pemerintah melalui e-government, e-budgeting, e-procurement dan lain-lain. Sedangkan Prabowo menekankan soal transparansi.
"Artinya teknologi dalam pemerintahan harus ditujukan untuk transparansi kinerja aparat," kata pendiri Nation State Institute Indonesia ini.
Yandi menambahkan, terkait soal isu pertahanan, pernyataan Prabowo paling pas yang menggarisbawahi soal peribahasa latin, "si vis pacem para bellum" (jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang).
"Jangan hanya karena alasan ekonomi dan peran mediasi internasional, tapi lupa fokus kekuatan pertahanan kita. Diplomasi akan baik jika negara kuat, bangsa lain akan segan," kata Yandi.
Komisi Pemilihan Umum menyelenggarakan Debat Ke-4 Pilpres 2019 yang berlangsung di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu malam (30/3).
Debat itu mengangkat tema ideologi, pemerintahan, pertahanan dan keamanan serta hubungan internasional.
Editor: redaktur