DIDADAMEDIA, Bandung - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menegaskan tidak pernah mengeluarkan pernyataan fatwa golput haram saat Pemilu Serentak 2019.
Sekretaris Umum MUI Jabar, Rafani Akhyar mengklarifikasi isu yang beredar tersebut. Maksud MUI adalah mewajibkan masyarakat memilih pemimpin saat hari pencoblosan, bukan mengharamkan golput (golongan putih).
"Jadi bukan golput haram judulnya. Judulnya hukum memilih di dalam Pemilu dan Pemilukada itu wajib. Jadi saya klarifikasi, tidak sembarang haram, kalau sudah ada calonnya, dia jangan golput," ujar Rafani saat ditemui di Kantor MUI Jabar, Bandung, Rabu (27/3/2019).
Rafani menjelaskan, Pemilu dalam pandangan Islam itu memilih pemimpin. Adapun pemimpin mutlak diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu wajib hukumnya bagi umat musim untuk memilih calon pemimpin sesuai kriteria.
Dia memaparkan, syarat-syarat pemimpin secara umum dan mendasar dalam Agama Islam antara lain yakni Sidik, Amanah, Tabligh dan Fathanah. Namun selain empat syarat itu bisa juga mempertimbangkan dengan kebutuhan lokal suatu daerah dari seorang pemimpin.
"Kenapa golput jatuh haram artinya kalau (seseorang) sudah ada calon pemimpin, sudah memenuhi syarat, kemudian dia tidak pilihan nah haramnya di situ," tegasnya.
Rafani juga heran mengapa isu golput haram kembali ramai diperbincangkan, padahal sejak Pilgub Jabar 2018 dan Pemilu 2009 MUI sudah menyampaikan pernyataan serupa soal hukum wajib memilih.
"Fatwa ini sudah sejak tahun 2009 cuma saya aneh di setiap momentum Pemilu diramaikan.Bagusnya fatwa MUI di dalam demokrasi kita juga mendorong agar partisipasi masyarakat meningkat. Kalau sekarang dari 10 juta pemilih tapi yang milih hanya 2 juta itu merupakan kegagalan demokrasi," pungkasnya.