DIDADAMEDIA, Bandung – Orang tua diminta lebih intens mengawasi anak-anaknya dalam bermain game khususnya yang memiliki unsur kekerasan. Maka dari itu, aturan soal klasisifikasi atau kategori minimal usia yang boleh memainkan suatu game perlu benar-benar diperhatikan.
Pakar Telekomunikasi sekaligus Executive Director Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan, banyak orang tua saat ini menganggap remeh soal klasifikasi usia yang tertera dalam suatu game. Padahal secara tidak langsung, unsur kekerasan di dalam game itu bisa berdampak terhadap perkembangan jiwa anak.
Hal ini juga sekaligus menanggapi wacana fatwa haram MUI untuk game PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG). Menurutnya pengawasan dini dari orang tua lebih efektif, dibanding memblokir game bertemakan perang itu.
“Yang utama itu membangun daya tahan anak-anak kita, mematuhi klasifikasi usia, yang belum memenuhi syarat jangan dipaksa bermain, kadang kita meremehkan hal seperti itu, nanti dampaknya yang kita tidak sadari berdampak kepada perkembangan jiwa anak-anak,” ujar Heru saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (22/3/2019).
Menurutnya, bukan hanya masyarakat saja yang perlu mendapat edukasi agar mematuhi aturan klasifikasi usia dalam game. Namun pihak penyedia dan pemasar game pun harus diingatkan lagi oleh pemerintah.
Orang tua juga harus berani memberikan penjelasan kepada anaknya soal batasan game yang dimainkan. Namun jika ternyata mengajarkan paham negatif seperti terorisme, maka dia mendukung untuk dilakukan pemblokiran.
“Kalau game kekerasan itu tidak boleh di bawah 13 tahun, jadi itu harus kita cek lagi apakah ada klasifikasi usia atau tidak dalam game tersebut,” pungkasnya.