DIDADAMEDIA, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pernyataan beberapa pihak tentang uang yang disita dari ruang kerja Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin merupakan honor.
"Kami mendengar beberapa pihak misalnya menyampaikan alasan bahwa itu honor atau bahkan dana operasional atau yang lain. Silakan saja hal tersebut disampaikan tetapi ada yang perlu kita ingat bahwa honorarium apalagi untuk penyelenggara negara atau pegawai negeri itu ada standar nilainya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Dia pun mengatakan, di Direktorat Gratifikasi KPK juga telah mengatur standar biaya honor penyelenggara negara tersebut. Misalnya, kata dia, ketika ada pejabat melaporkan menerima honor Rp100 juta dan berbicara dalam sebuah acara selama 2 jam atau 3 jam, maka KPK akan melihat standar biayanya selama satu jam berapa.
"Kalau standar biayanya untuk ahli sekitar Rp1,7 juta atau Rp1,8 juta atau katakanlah Rp2 juta dikali 3 jam, maka yang berhak diterima menjadi milik penerima itu adalah nilai wajar dikalikan jumlah jam yang bersangkutan bicara," kata Febri.
Untuk diketahui, KPK telah menyita uang senilai Rp180 juta dan 30 ribu dolar AS dari hasil penggeledahan yang dilakukan di ruang kerja Menag di gedung Kemenag, Jakarta, Senin (18/3/2019).
"Kami sebenarnya juga menemukan uang-uang yang lain di ruangan Menteri Agama pada saat itu yang dari informasi atau dari data yang ada di sana itu diduga merupakan honorarium dan uang-uang tersebut tidak dibawa," ungkap Febri.
Oleh karena itu, kata dia, tim KPK sejak awal sudah memisahkan antara uang honor dan bukan uang honor saat penyitaan itu. "Jadi, sejak awal tim KPK sudah memisahkan mana uang dalam amplop yang merupakan honor, mana yang bukan. Tetapi tentu nanti ada proses klarifikasi lebih lanjut yang akan kami tanya saat proses pemeriksaan," ucap Febri.
KPK telah menetapkan tiga tersangka terkait suap pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama RI Tahun 2018-2019. Diduga sebagai penerima anggota DPR periode 2014-2019 Muhammad Romahurmuziy (RMY).
Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi (MFQ) dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin.