Dari Rp20 M yang Dijanjikan, Neneng Terima Rp10 M dari Meikarta

dari-rp20-m-yang-dijanjikan-neneng-terima-rp10-m-dari-meikarta Setelah ditunda pekan lalu, sidang lanjutan suap proyek Meikarta kembali digelar, Rabu (13/3/2019). (Bagja/PindaiNews)
DIDADAMEDIA, Bandung - Sidang suap perizinan proyek Meikarta yang digelar di PN Bandung, Rabu (12/3/2019), menghadirkan lima orang terdakwa.

Mereka adalah Bupati Bekasi non-aktif, Neneng Hasanah Yasin, Jamaludin, Sahat Banjarnahor, Neneng Rahmi Nurlaili dan Dewi Tisnawati. Sidang kasus suap izin Meikarta kembali digelar setelah pekan lalu ditunda.

Adapun agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan saksi, yang dihadiri saksi EY Taufik selaku eks ajudan Neneng, Bartholomeus Toto selaku eks Presiden Direktur PT Lippo Cikarang dan dua anak buahnya yang mengurus perizinan Meikarta, Edi Dwi Soesianto dan Satriyadi.

Dalam kesaksiannya, EY Taufik diketahui pernah bertemu dengan saksi Edi dan Satriyadi di sebuah masjid di Cibiru Kota Bandung. Saat itu, keduanya membicarakan pengajuan izin peruntukan dan pengolahan tanah (IPPT) seluas 430 hektare.

"Saya katakan silahkan saja diajukan. Lalu pak Satriyadi bilang, untuk perizinanya berapa," ujar EY Taufik.

Dari obrolan tersebut, EY Taufik menyebut saksi Satriyadi menyebut angka Rp20 miliar untuk melincinkan pengurusan perizinan. "Saya bilang akan saya sampaikan ke ibu bupati (Neneng Hasanah Yasin)," ujar EY Taufik.

Satriyadi dan Edi Dwi Soesianto kemudian membuat permohonan IPPT untuk pembangunan tahap I seluas 143 hektare. Namun, setelah diproses di DPMPTSP Pemka Bekasi, yang disetujui hanya 84,6 ha dan ditandatangani oleh Neneng pada 12 Mei 2017, untuk IPPT.

"Karena IPPT yang disetujui 84,6 hektare, ibu yang meminta jadi Rp10 miliar. Saya kirimkan copy-nya ke pak Edi Dwi. Ibu Bupati tanya ke saya komitmen itu, dan beliau sampaikan Rp10 miliar itu bisa diangsur," ujar dia.

Adapun Edi Dwi Soesianto, menyanggupi permintaan uang Rp10 miliar tersebut dan menyampaikannya ke Bartholomeus Toto. Pemberian uang untuk Neneng via EY Taufik dilakukan bertahap sejak Juni sampai November dan Januari 2018.

"Iya betul, saya sampaikan ke pak Toto dan diiyakan oleh beliau. Pemberian dilakukan pada Juni, Juli, Agustus, September dan Januari 2018 senilai Rp10,5 miliar. Yang 500 juta-nya diberikan ke EY Taufik," kata Edi.

Setelah lunas, dokumen IPPT itu diterima Edi Dwi Soesianto dan Satriyadi. Satriyadi membenarkan dirinya menjanjikan Rp20 miliar untuk semua perizinan Meikarta. "Iya betul," ujar Satriyadi. ‎

Edi Dwi juga ditanya soal bagaimana kesepakatan semula Rp20 miliar, berubah jadi Rp10 miliar untuk IPPT. "Ketika permohonan disampaikan, lalu seiring perjalanan waktu, dapat info dari Pak EY Taufik kalau IPPT disetujui meski hanya 84,6 hektare. Kami disampaikan Rp10 miliar," ujar Edi.

Editor: redaktur

Komentar