DIDADAMEDIA, Bandung - Maraknya kasus kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak melalui media daring menjadi masalah serius. Banyak anak yang terancam bahaya ketika mengakses internet.
Berdasarkan data Bareskrim Mabes Polri pada 2016 hingga Februari 2018 terdapat 1.127 kasus eksploitasi seksual anak. Sementara KPAI menyebutkan hingga 2016 tercatat 1.809 kasus eksploitasi anak online.
Deputi Bidang Perlindungan Anak, Kemen PPPA, Nahar mengatakan, perlu adanya perlindungan khusus bagi anak di internet, karena internet dan media sosial merupakan gerbang masuknya anak menjadi korban eksploitasi seksual.
"Masalah ini bisa terjadi di mana saja, baik di lingkungan rumah atau keluarga, pergaulan, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, atau di manapun selama akses daring dapat dilakukan. Mirisnya, pelaku tidak jarang merupakan orang terdekat anak, seperti teman dan keluarga," ujar Nahar dalam siaran pers yang diterima DIDADAMEDIA, Senin (11/3/2019).
Menurutnya, di era digital seperti saat ini, internet telah menjadi bagian penting dalam kehidupan anak di Indonesia. Kurang lebih 75 persen anak berusia 10-12 tahun telah menggunakan gawai (handphone) dan memiliki media sosial (data safer internet day, 2017). Anak yang terlahir di atas tahun 2000 sudah terpapar teknologi sejak lahir atau disebutkan digital native.
Dia menuturkan, untuk mewujudkan internet aman bagi anak, sangat dibutuhkan parenting digital dan sinergi kerjasama pemangku kepentingan yaitu orang tua, sekolah, pemerintah khususnya pemerintah desa dangkungan.
Selain itu, perlunya peran aktif komunitas seperti fasilitator Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Forum Anak, Relawan TIK dan sebagainya untuk mendampingi dan melakukan edukasi terkait dunia digital kepada masyarakat.
"Anak bisa menjadi sasaran cyberbullying, radikalisme, incaran para predator pedofil dan pelanggaran privasi hingga pengaruh konten yang tidak pantas. Kita harus memprioritaskan hak-hak anak, serta meningkatkan kesadaran dan pengetahuan, serta keterampilan anak dalam menggunakan internet dengan aman,” paparnya.
Nahar juga menjelaskan, berbagai fitur dapat dimanfaatkan untuk menangkal konten negatif di internet. “Kita juga harus bersikap pro-aktif untuk turut berpartisipasi melaporkan konten negatif tersebut. Pentingnya menyusun Program Aksi Perlindungan Anak di ranah online berbasis Komunitas. Menyusun program aksi merupakan perumusan langkah-langkah dan kegiatan apa saja yang perlu dilakukan pemangku kepentingan termasuk peran anak,” pungkasnya.