DIDADAMEDIA, Bandung - Salah seorang terdakwa yang diduga pemberi suap perizinan proyek Meikarta, Billy Sindoro menyampaikan nota pembelaan secara pribadi serta melalui penasihat hukumnya.
Dalam pembelaannya, Billy mengatakan, fakta persidangan tidak membuktikan dirinya secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana yang didakwakan.
Sebelumnya, pada sidang pekan lalu, Billy Sindoro dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Sementara terdakwa lainnya, Taryudi dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dua terdakwa lain yaitu Fitradjaja Purnama yang dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan serta Hendry Jasmen P Sitohang yang dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Billy memohon ke Majelis Hakim yang dipimpin Judijanto Hadi Lesmana untuk membebaskannya dari semua dakwaan penuntut umum. Dalam pembelaannya, dia mengaku sangat kaget dan mengalami depresi berat karena tuntutan 5 tahun penjara, karena tuntutan itu di luar dugaan dan di luar nalarnya.
"Tuntutan tersebut tidak adil, terlalu berat dan tidak berdasar. Saya mohon Majelis Hakim mencermati fakta persidangan secara utuh dan memberikan putusan yang adil dan tidak membuat saya serta keluarga menderita atas perbuatan yang tidak pernah saya lakukan," harap Billy dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Rabu (27/2/2019) malam.
Dia menambahkan, dakwaan penuntut umum yang menyatakan dirinya terkait dengan pemberian uang melalui Fitradjaja Purnama dan Hendry Jasmen adalah tidak benar. Pun soal dakwaan keterlibatan dirinya mengatur perizinan proyek Meikarta.
"Itu tidak benar dan saya tidak sependapat. Dakwaan hanya didasarkan dugaan dan asumsi karena saya tidak melakukan perbuatan sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan. Saya tidak pernah memimpin pertemuan maupun pengurusan izin karena hal itu bukan kualifikasi dan passion saya. Selain itu saya bukan eksekutif di Meikarta. Saya adalah advisor untuk Siloam Hospitals," bebernya.
Billy pun memohon ke Majelis Hakim agar mencermati proses persidangan yang tidak pernah membuktikan adanya 'Tim Pusat' (Tim Billy Sindoro), yang mengambil alih pengurusan izin Meikarta.
Dia memohon agar hakim mencermati pertemuannya dengan Fitradjaja Purnama dan Hendry Jasmen maupun Edi Dwi Soesianto hanya sekedar obrolan biasa, bukan memimpin rapat tentang perizinan Meikarta.
"Pertemuan saya dengan Bupati Neneng Hasanah Yasin juga tidak bisa dibuktikan di persidangan sebagai upaya mengatur dan memperlancar perizinan Meikarta. Pertemuan kami hanya membicarakan CSR Siloam Hospitals," urainya.
Lebih lanjut Billy meminta Majelis Hakim mengkaji soal 53 saksi yang dihadirkan, dimana tidak ada satu pun saksi yang menguatkan dakwaan tentang pemberian uang maupun janji.
Fakta persidangan, kata Billy, hanya membuktikan Fitradjaja Purnama, Hendry Jasmen dan Taryudi yang melakukan perbuatan sesuai dakwaan akibat adanya pemerasan.
"Tentang dakwaan pemberian uang Rp16,2 miliar dan 270 ribu dolar Singapura pun dalam persidangan terungkap saya tidak memiliki kaitan. Saya tidak memberikan uang maupun janji. Tentang pemberian uang Rp 10,5 miliar maupun total Rp 16,2 miliar, para saksi juga menyatakan tidak pernah berkomunikasi dengan saya sehingga sangat jelas dan tegas saya tidak memiliki kaitan dengan semua uang dan janji itu," terang Billy.
Terkait sumber uang, Billy juga memohon Majelis Hakim mencermatinya, sebagaimana dijelaskan Fitradjaja Purnama dalam BAP "sudah dianulir". Fitradjaja menegaskan, sumber uang itu sebagai nalar tanpa bukti yang jelas.