DIDADAMEDIA, Bandung - Ketua Asprov PSSI Jawa Barat, Tommy Apriyanto mendorong digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) untuk memilih Ketua Umum PSSI setelah Joko Driyono ditetapkan jadi tersangka kasus match fixing atau pengaturan skor di kompetisi sepak bola Indonesia.
"Ini cukup mengejutkan. Ini bukti keberanian Satgas Anti Mafia Bola. Di sisi lain, saya prihatin dengan kejadian ini. Dan kalau memang betul Pak Jokdri sudah tersangka mau tidak mau PSSI harus menggelar KLB," kata Tommy seperti dilansir Detik, Jumat (15/2/2019).
Diberitakan sebelumnya Satgas Antimafia Bola telah menetapkan Joko Driyono jadi tersangka kasus pengaturan skor karena diduga menghalangi upaya penyelidikan yang dilakukan kepolisian dengan memerintahkan jajaran di bawahnya melakukan perusakan barang bukti.
Menurut Tommy KLB merupakan opsi terbaik, karenanya dia akan mendorong Komite Eksekutif untuk menyiapkan agenda KLB. Selain karena Jokdri sudah ditetapkan jadi tersangka, KLB dinilai Tommy perlu dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang saat ini berkembang.
Salah satunya kemungkinan bakal terseretnya Plt Wakil Ketua Umum PSSI, Iwan Budianto setelah Satgas Antimafia Bola menerima laporan dari Manajer Perseba Bangkalan, Imron Abdul Fattah atas dugaan suap dan penipuan pada 2009.
"Untuk memperbaiki citra sepakbola, exco yang ada harus menyiapkan KLB. Saya pun akan berkomunikasi dengan anggota Asprov. Lagipula, tidak mungkin untuk menunjuk wakil Plt Ketum, sebab Iwan (Budianto) juga mulai dikaitkan dengan kasus sepakbola lainnya di Jawa Timur sana," ujar Tommy.
Mantan Manajer Arema itu diduga menerima aliran dana sebesar Rp140 juta. Kala itu, Iwan Budianto menjabat sebagai Ketua Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI) dan ditunjuk menggelar perhelatan Piala Soeratin 2009.
Memasuki babak 8 besar Piala Soeratin 2009, Imron Abdul Fattah meminta kepada PSSI melalui BLAI yang diketuai Iwan Budianto, untuk menjadi tuan rumah. Imron kemudian menemui Ketua Pengda PSSI Jatim, Haruna Soemitro yang kini menjabat sebagai Manajer Madura United dan dimintai dana Rp140 juta agar terpilih menjadi tuan rumah.
Pernyataan Tommy bertolak belakang dengan sikapnya ketika Edy Rahmayadi memutuskan mundur dari PSSI. Ketika itu Tommy merupakan salah satu yang menolak digelarnya KLB. Waktu itu, Tommy bersama-sama sejumlah asprov mempertimbangkan agar KLB digelar usai Pilpres.
"Waktu itu, sebagian besar pemilik suara keberatan untuk KLB karena kami menghitung untuk menyiapkan KLB membutuhkan waktu 2x30 hari, artinya April baru KLB. Saya tdiak mengira Satags bergerak cepat dan pucuk pimpinanlah yang diduga menjadi tersangka," Tommy menjelaskan.
"Untuk memperbaiki citra PSSI, exco harus segera menyiapkan KLB," tegasnya.
Editor: redaktur