DIDADAMEDIA, Bandung - Presiden Joko Widodo dengan memakai apron atau celemek cokelat menyempatkan diri untuk belajar menjadi barista (pembuat kopi) dalam kegiatan kelas kopi di Festival Terampil 2019.
"Kalau saya seneng yang kopi rasa buah, yang Bali tadi," kata Presiden Joko Widodo seusai mengikuti kegiatan kelas kopi di Kota Kasablanka, Jakarta, Sabtu (9/2/2019).
Festival Terampil adalah kegiatan kolaborasi antara Kementerian BUMN melalui 'Spirit of Millenials BUMN' dengan Inisiator Indonesia untuk membuat pelatihan bagi anak muda. Tahun ini ada lima kelas keterampilan populer yang diajarkan oleh para pakar, yaitu 'fashion', fotografi, bisnis digital, "make up" dan membuat kopi.
Dalam acara itu pemilik First Crack Coffee, Evani Jesslyn, seorang barista yang sudah memiliki sertifkasi Speciality Coffee Association Coffee Diploma dan Q Grader (penilai kopi) menjadi pelatih yang memberikan pelatihan kepada Presiden untuk metode 'cupping'.
Pada 2016 lalu, Evani terpilih sebagai satu-satunya wakil dari Asia dalam ajang Barista and Farmer di Sao Paolo, Brazil. Evani pun dengan perlahan mengajari Presiden tahap demi tahap untuk mencicipi kopi ala barista. "Kopi paling bagus dari mana ya? Semua sebenarnya baik, asal roastingnya bagus," ujar Evani.
Evani lalu menantang Presiden untuk menilai lima cangkir berisi lima jenis bubuk kopi dengan rasa berbeda dan kadar 'speciality' yaitu kopi dengan kadar 80 ke atas.
"Artinya tidak ada cacat yang mengganggu rasa dan kesehatan. Pastikan hanya memakai satu cup untuk satu jenis kopi. Pertama, harus dicium aromanya dan menciumnya harus menundukkan badan dan badan tidak boleh menyentuh cup, karena mungkin tangan kita memakai parfum yang mengganggu aroma kopi," ujarnya.
Lima jenis kopi yang dicium oleh Presiden adalah kopi pogapa dari Papua, kopi lembah baliem yang memiliki aroma cokelat dan hezelnut, kopi toraja, kopi bali dengan aroma buah dan kopi robusta. Selesai mencium lima cangkir kopi tersebut, lalu kopi diseduh dengan air panas bersuhu 92-95 derajat celcius agar cita rasanya keluar sempurna dan menunggu selama 4 menit agar teresktrak sempurna.
Sebelum mencicipinya, ada mekanisme yang harus dilakukan, yaitu memasukkan sendok ke air bersuhu sama dengan kopi lalu mendekatkan hidung ke cangkir dan dorong ampasnya dengan sendok, kemudian dua kali kopi tersebut lalu angkat ampasnya dan masukkan sendok ke air bersih.
Presiden Jokowi pun dengan tekun mengikuti cara-cara yang ditunjukkan oleh Evani tersebut. "Step terakhir adalah seruput kopi dengan menarik menggunakan otot perut," kata Evani sambil memeragakan seruputan kopi yang menimbulkan bunyi seperti orang yang sedang mengorok tersebut.
Menurut Evani, gunanya adalah agar indra penciuman juga bekerja selain indra pengecapan di lidah. Hasilnya seorang barista dapat mengetahui apakah kopi tersebut juga berasa jeruk, nangka atau lainnya dan bukan hanya rasa asam dan pahit yang diperoleh dari lidah.
"Kopi Indonesia bisa beraneka ragam rasanya, di Italia bahkan 'Starbucks' hanya satu gerai saja, alangkah bagusnya bila Indonesia juga kopi dalam negeri yang unggul," ucap Evani.
Menurut Presiden, semakin banyak anak muda yang gemar dengan kopi hasilnya kopi juga dapat membuka lapangan kerja lebih banyak bagi masyarakat.
"Terserah apakah mau buka warung, Bobby (menantu Presiden) punya dua warung kopi kecil-kecil, dulu juga belajar dua hari jadi barista, bisa langsung buka. Peluangnya di Indonesia besar, di luar indonesia juga besar sekali," ucap Presiden.
Presiden mengaku, kopi Indonesia tertinggal dari merek asing meski rasa dan harganya tidak kalah. "Saya coba, tidak usah saya sebutkan 'brand' asingnya, harganya Rp60 ribu, tapi rasanya sama persis dengan Kopi Tuku yang harganya Rp18 ribu. Pilih mana? Ya itu, saya tadi juga cerita di Tulungagung harga kopinya Rp4.000," kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Saat melakukan kunjungan kerja ke Tulungagung, Jawa Timur, Presiden mengaku mampir ke satu angkringan dan minum kopi di sana. Pemilik angkringan itu, menurut Presiden, masih sangat muda dan harga kopinya pun sangat murah, yaitu Rp4.000 saja.