DIDADAMEDIA, Bandung - Polemik soal Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan terus bergulir, tak terkecuali dari kalangan akademisi.
Pengamat musik sekaligus Kepala Prodi Seni Musik Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Djaelani mengaku, cukup geram setelah mengetahui dasar dibuatnya RUU tersebut.
Djaelani mengkritisi tim perumus naskah RUU Permusikan yang mengutip bahan dari tulisan di blogspot yang merupakan karya atau tugas seorang pelajar SMK. Hal itu, kata Djaelani, tentu harusnya dihindari.
Dia mengungkapkan sebenarnya tak mempersoalkan hal itu. Namun, menurutnya tak elok jika harus mengambil bahan dari karya seorang pelajar. Sebab, menurut Djaelani, banyak praktisi dan ahli permusikan yang bisa dimintai masukannya untuk perumusan RUU Permusikan.
"Kenapa harus (mengutip/mengambil bahan) dari blogspot dan anak sekolah? Sementara di Indonesia sekolah seni musik itu banyak sekali," ucapnya saat dihubungi PindaiNews, Kamis (7/2/2019).
Djaelani menyebut, sebelumnya dirinya sudah melakukan komunikasi dengan Ketua Komisi X DPR seusai penerbitan RUU musik.
"Dia bilang gak pernah dapat naskah akademis? Tapi kenapa saya dapat? Anehnya, di sana tertulis sudah melalui kajian dengan UPI, ISI Yogyakarta, Denpasar dan Solo," tuturnya.
Djaelani yang merupakan alumni ISI Yogyakarta pun merasa penasaran dan langsung cek kebenarannya, ternyata ia menegaskan tidak ada seorang pun yang pernah menerima naskah kajian tersebut. "Jadi mereka mengkajinya dengan siapa? Masa sama hantu sih," ucapnya geram.
Dia memandang ada kepentingan lain dari penerbitan RUU Musik, sehingga musisi di Indonesia harus bersatu dan membedah secara rinci pasal demi pasal jika mau diterbitkan.
"Tapi, kalau dihapus lebih baik sih. Hanya yang disayangkan dalam pebuatan RUU pasti menghabiskan dana yang cukup besar," tutupnya.
Editor: redaktur