Didada Media - Tingginya upah buruh membuat sejumlah perusahaan di Jawa Barat memilih hengkang. Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jawa Barat di tahun 2023, ada lima perusahaan yang bergerak di bidang alas kaki dan garmen melakukan relokasi atau hengkang di Jawa Barat ke Jawa Timur. Selain itu, ada juga perusahaan yang tutup permanen.
Lima perusahaan yang hengkang dan tutup permanen itu di antaranya, PT Dean Shoes yang bergerak di sektor alas kaki berlokasi di Karawang memiliki karyawan kurang lebih 3.500 orang, masih di Karawang dan bergerak di sektor yang sama yakni PT Besco Indonesia memiliki 4.000 karyawan juga ikut terdampak.
Tak hanya di Karawang, hal serupa juga menimpa PT Eins Trend di Purwakarta yang memiliki 4.000 karyawan, PT Matindo Wolrd di Sukabumi yang memiliki 1.800 karyawan dan PT Simmone Accessary di Bogor yang memiliki 1.000 karyawan juga ikut terdampak. Ketiga perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang garmen.
Hal itu terjadi salah satunya karena upah buruh di Jawa Barat dianggap sudah terlalu tinggi, akibatnya sekitar 14 ribu karyawan di lima perusahaan itu diberhentikan dari pekerjaannya.
Ketua DPP Apindo Jabar Wahyu Ning Astutik mengaku prihatin dengan banyaknya perusahaan yang tumbang di Jawa Barat. Menurutnya, beberapa waktu terakhir banyak sekali video viral yang sangat kontradiktif, salah satunya kesedihan ribuan karyawan perusahaan yang telah bekerja bertahun-tahun dan terkena lay off karena perusahaan tutup.
"Sedih melihat itu semua. Sedihnya lagi, perusahaan perusahaan itu adalah perusahaan padat karya yang tentu saja berjumlah ribuan karyawan per perusahaan, bukan lagi ratusan," kata Ning dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Ning Jabar memiliki realisasi investasi tertinggi dibanding provinsi lain dengan nilai investasi 174,58 triliun atau sekitar 14,46 % dari total investasi nasional di tahun 2022. Namun terjadi penurunan daya serap tenaga kerja untuk per 1T investasi dibanding beberapa tahun sebelumnya. Hal ini diakibatkan oleh investor masuk ini lebih banyak padat modal dengan teknologi digital dan automasi.
Seiring waktu memang mau tidak mau Jabar harus bertransformasi ke industri padat modal, digital dan teknologi tinggi. Namun saat ini, kualitas pekerja dan pencari kerja paling banyak berlatar belakang lulusan SD, diikuti SMA/SMK, SMP dan perguruan tinggi.
Industri Padat Karya makin kompetitif
Ning menjelaskan, industri padat karya memiliki persaingan yang luar biasa, bukan saja antar negara bahkan antar provinsi, utamanya terkait upah. Hal itu terjadi karena melemahnya pasar dan persaingan ketat, maka buyer memilih produsen dengan biaya termurah atau yang paling kompetitif.
Untuk di Jabar sendiri industri-industri padat karya ini berada di kota atau kabupaten dengan upah yang relatif tinggi. Sehingga hal tersebut yang memicu banyaknya relokasi ke daerah lain dengan upah yang lebih kompetitif dengan infrastruktur yang juga menunjang sehingga mengurangi biaya produksi.
"Misalnya ke Jateng. Adapun perusahaan yang tidak sanggup bertahan, mereka tutup permanen," tutur Ning.
Menurutnya untuk mencegah perusahaan hengkang dari Jawa Barat, pemerintah bisa melakukan pemerataan di kabupaten/kota yang memiliki upah yang masih kompetitif.
"Kami berharap bahwa para kepala daerah di Jabar paham betul situasi ini sehingga bisa kolaborasi dengan para stakeholders untuk bisa meyakinkan pengusaha tidak relokasi. Kalau ini yang terjadi, pemerintah dirugikan, pekerja dirugikan juga pengusaha menanggung banyak kesulitan. Saya lebih menekankan diciptakannya kondusifitas dunia usaha, termasuk di dalamnya kepastian dan ketaatan hukum terkait pengupahan," terang Ning.