DIDADAMEDIA, Bandung - Kegagalan dan rasa takut adalah dua hal yang selama ini selalu dihindari kebanyakan orang. Tapi kedua hal itu justru seolah tak disadari sebagai 'bumbu' penting menuju kesuksesan.
Itu dirasakan oleh Brian Acton, pendiri aplikasi pengolah pesan WhatsApp yang kini digunakan lebih dari 1 miliar orang di dunia dan jadi aplikasi gratis nomor satu yang diunggah pengguna OS Android melalui Play Store.
Kisah perjalanan Brian tentu tak semanis seperti yang nampak dan dirasakannya sekarang. Brian menjalani karier dan profesinya sebagai progamer software atau perangkat lunak komputer dengan getir.
Pertengahan 2009 jadi periode tersulit dalam karier Brian yang kesulitan mendapatkan pekerjaan meski dia cukup berpengalaman bekerja belasan tahun di perusahaan internet dan teknologi besar seperti Yahoo serta Apple.
Bahkan, Brian sempat ditolak oleh dua situs jejaring sosial besar kala itu, Twitter dan Facebook. Tapi dia tak menyerah dan frustasi oleh keadaan. Situasi dan kondisi serba pahit ketika itu, justru jadi pendorong terbesar Brian untuk melakukan dan menciptakan sesuatu yang sangat besar.
"Facebook turned me down. It was a great oppurtunity to connect with some fantastic people. Looking forward to life's next adventure (Facebook telah menolak saya. Itu harusnya menjadi kesempatan bagus untuk berhubungan dengan beberapa orang fantastis. Saya (harus) melihat ke depan untuk melanjutkan petualangan selanjutnya," cuit Brian dalam rekam jejak digital di akun Twitter-nya, @brianacton yang ditulis pada 3 Agustu 2009.
Sebelum ditolak oleh Facebook, Brian juga ditolak oleh Si Burung Biru, Twitter. Itu nampak dari cuitannya pada 23 Mei 2009. Brian sempat merasakan ketakutan dan kegagalan, tapi motivasi kuat membuatnya bisa sukses. Ketakutan dan kegagalan memang harus dilawan, tapi dua hal dasar dalam diri tiap manusia itu, membuat Brian menjadi lebih hati-hati hingga menciptakan aplikasi yang bisa diterima banyak warga dunia.
Di saat banyak perusahaan yang menolaknya, Brian kemudian mengajak rekannya saat bekerja di Yahoo, Jan Koum untuk membangun aplikasi pesan WhatsAppa yang dalam perkembangannya kini mendominasi seantero dunia.
WhatsApp awalnya masih berada di bawah bayang-bayang aplikasi pengolah pesan lain, terutama BlackBerry Messenger. Tapi seiring waktu dengan ragam inovasi yang dikembangkan di dalamnya, WhatsApp menjadi aplikasi favorit di seluruh dunia.
Bahkan, Facebook yang dulu menolaknya dibuat 'luluh' setelah memutuskan mengakuisisi WhatsApp pada 2014 dengan nilai kesepakatan mencapai 19 miliar dolar AS dalam bentuk tunai dan kepemilikan saham.
Brian yang dulu tak dilirik banyak perusahaan kini menjadi salah satu sosok terkaya di industri teknologi informasi dengan nilai kekayaan yang diperkirakan mencapai 3,8 miliar dolar AS.