DIDADAMEDIA - Sekelompok wanita Tunisia menyerukan protes menuntut pemberlakuan poligami di negara tersebut. Meski poligami masalah tabu di Tunisia, mereka justru menyerukan protes melalui situs media sosial. karena makin banyaknya wanita berstatus jomblo di Tunisia.
Seperti dikutip millichronicle.com, Ketua Forum Kebebasan dan Kewarganegaraan, Fathi Al-Zghal, mengatakan, demonstrasi itu spontan dan datang sebagai langkah advokasi untuk menyelesaikan masalah kehidupan wanita lajang di Tunisia.
Kepada Al-Khaleej Online, Al-Zghal mengaku tidak menyerukan demonstrasi itu sendiri. Namun tetapi mendukung gagasan itu karena percaya ada kebutuhan untuk menemukan solusi bagi dilema kehidupan wanita lajang.
Dia menyerukan peninjauan kembali undang-undang yang menetapkan hak dan kebebasan perempuan di Tunisia, terkait poligami. Ini termasuk meninjau prosedur perceraian yang tidak adil dan menghapuskan prinsip adopsi karena bertentangan dengan hukum Syariah.
Seruan untuk demonstrasi telah memicu perdebatan tentang masalah poligami, yang ditolak oleh mayoritas warga Tunisia tetapi didukung oleh minoritas dengan dalih mengikuti hukum Syariah.
Dalam konteks ini, peneliti peradaban Islam, Sami Braham menulis "Wanita yang belum menikah yang melewatkan kesempatan pernikahan percaya bahwa membuka pintu poligami akan memungkinkan mereka untuk menikah."
Menurut laporan terkini yang diterbitkan Kantor Nasional untuk Keluarga dan Penduduk pada Desember 2017, Tunisia menjadi salah satu negara dengan tingkat keengganan tertinggi untuk menikah, dengan tingkat 60 persen, jauh lebih tinggi daripada rasio negara Arab lain.
Laporan tersebut mengonfirmasikan, jumlah perempuan lajang telah meningkat menjadi lebih dari 2,25 juta, dari total 4,9 juta perempuan di negara ini. Jumlah ini telah meningkat dari hanya 990.000 pada tahun 1994, dengan usia kehamilan tertinggi di antara perempuan usia 25-34.