DIDADAMEDIA, Bandung - Jika Anda kebetulan sedang berkunjung ke kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) di Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, maka Anda menemukan dua kolam.
Yang terlintas dalam pikiran Anda mungkin kolam tersebut ada sebagai penghias atau menambah estetika di sekitar lingkungan kampus. Tempat bagi para mahasiswa untuk mengisi waktu luang di tengah kesibukan perkuliahan.
Tapi jangan salah, ternyata kedua kolam berukuran lumayan luas itu bukan sekedar kolam air. Lebih dari itu, situ tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan riset dan kebutuhan masyarakat sekitar.
Prof. Ir. Indratmo Soekarno, M.Sc Ph.D adalah sosok di balik pembuatan situ. Ketika itu, dia menjabat sebagai Ketua Tim Pengembangan Multi Kampus ITB di Jatinangor. Indratmo menuturkan, situ yang pertama berada di hulu dibangun pada 2012-2013 dan situ yang berada di hilir (depan kampus) dibangun pada 2014.
Menurutnya, situ yang berada di hulu lebih berfungsi untuk tujuan akademik dan penyelamatan sumber daya air. Di sana pun hadir fasilitas Water Treatment Plant (WTP).
"Pembuatannya lebih didahulukan untuk kebutuhan air di kampus ITB Jatinangor. Kita membutuhkan air secara mandiri maka kita bangun, dan kita sudah memikirkan ITB suatu saat bisa memiliki air yang langsung diminum," ujar Indratmo seperti rilis yang diterima PindaiNews, Kamis (24/1/2019).
Kebutuhan irigasi juga menjadi fungsi lain dari situ yang dapat menampung sebanyak 25 ribu meter kubik air. Sebab ITB memiliki prodi teknik pengelolaan sumber daya air, dan rekayasa pertanian, maka perlu ada suatu laboratorium lapangan untuk irigasi.
"Fungsi lainnya yaitu untuk membuat model pembangkit listrik mikro hidro. Namun hal tersebut belum terwujud," terangnya.
Selain itu, air dari situ bisa dimanfaatkan untuk sumber air bagi laboratorium-laboratorium yang ada. Dengan adanya situ, dia berharap bisa mengisi muka air tanah buat lingkungan sekitar yang mengalami penurunan muka air tanah.
"Situ yang di hulu juga bisa dipakai untuk praktikum hidrometri. Jadi kalau mahasiswa teknik (pengelolaan) sumber daya air, teknik sipil, dan mahasiswa teknik lingkungan bisa praktikum bagaimana cara mengukur penampang suatu situ, sungai, mengukur kecepatan aliran," ucap Guru Besar pada Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) itu.
Jadi Pengendali Banjir
Sementara itu, situ yang berada di dekat pintu gerbang utama kampus, memiliki peran cukup penting bagi masyarakat sekitar yang berada di hilir. Kemampuan daya tampung sampai 30-35 ribu meter kubik dapat berperan sebagai pengendali banjir.
"Dulu masyarakat di Desa Sayang, di sebelah hilirnya mereka kesulitan air minum akibat sumur air tanah sudah menurun, karena sangat padat dan mengandalkan sumur semua. Di lain pihak ketika musim hujan terjadi, mereka mengalami kebanjiran. Dengan adanya situ yang di hilir itu memiliki fungsi menaikkan muka air tanah. Sehingga sumur-sumur yang sudah kering banyak air lagi. Kedua juga mengurangi banjir," paparnya.
Lebih Tepat Difungsikan sebagai Embung
Namun menurutnya, situ tersebut lebih tepat diberi nama sebagai embung atau cekungan penampung yang digunakan untuk mengatur dan menampung air. Kenapa embung, karena dibangun hasil rekayasa atau buatan manusia.
Cita-cita yang belum tercapai saat pembangunan embung tersebut, kata Prof. Indratmo yaitu dibuat air mancur. Air mancur ini selain untuk memperindah, juga mampu meningkatkan kualitas air. "Ketika air disemprotkan ke atas, sehingga terjadi oksidasi dan kadar besinya hilang atau berkurang banyak," katanya.
Kedepannya ia berharap, kehadiran situ tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebutuhan riset, kegiatan akademik, dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Sejauh ini, masyarakat banyak mendapatkan nilai manfaat dari keberadaan situ tersebut," pungkasnya.