Kisah Aiptu Wiwi Krisanti, Polwan Berhati 'Malaikat'

kisah-aiptu-wiwi-krisanti-polwan-berhati-malaikat Aiptu Wiwi Krisanti. (Foto-foto: Bagja/PindaiNews)

DIDADAMEDIA, Bandung - Dalam hidup ini, kita harus bermanfaat untuk orang lain. Itulah yang tertanam dalam pikiran dan benak Wiwi Krisanti.

Wiwi yang berprofesi sebagai anggota kepolisian berpangkat Aiptu tersebut, tak ingin menjalani hidup tanpa memberi manfaat bagi orang-orang di sekelilingnya. Wiwi ingin perjalanan hidupnya berwarna dengan selalu berusaha berbagi kebahagian.

Sejak 1982, Wiwi berdinas di Polrestabes Bandung. Di usianya yang telah menginjak ‎57 tahun, Wiwi menjabat sebagai Kasi Humas Polsek Gede Bage. Tahun depan, Wiwi memasuki masa pensiun setelah mengabdi 35 tahun di kepolisian.

Di luar tugasnya melayani masyarakat, Wiwi selama ini juga menjalani aktivitas cukup mulia dengan menjadi pengasuh sekaligus pemilik Yayasan Yatim Piatu Al Ikhlas yang beralamat di Griya Cempaka Arum, Kecamatan Gedebage, Kota Bandung.

Mendirikan rumah untuk anak-anak yatim piatu, merupakan suatu niatannya untuk memberikan manfaat bagi orang lain.



"Awalnya dulu-dulu waktu anak saya masih sekolah, saya sering dapat keluhan dari sesama orangtua siswa tentang mahalnya biaya pendidikan. Karena dulu itu enggak ada bantuan dari pemerintah, beda kan dengan sekarang," kata ibu tiga anak itu.

Dari situ, Wiwi berpikir berbuat sesuatu yang baik untuk orang lain. Terlintas dalam benaknya untuk menampung anak-anak yatim. Setelah memikirkan secara matang dan mendapat respons positif dari berbagai pihak, pada 2003 lalu, dia membangung yayasan Al Ikhlas dengan keringatnya sendiri.

Sebanyak 45 anak yatim piatu dari berbagai daerah ditampungnya. Kebanyakan dari anak-anak tersebut berasal dari Pangandaran, Garut, serta berbagai daerah di Jawa Tengah seperti Cilacap, bahkan dari Nusa Tenggara Timur, juga diasuhnya sejak bayi.

"Sekarang ada 30 anak asuh saya. Ada yang sudah kuliah, ada juga yang sudah sarjana," katanya.

Di tengah harus menghidupi tiga anaknya seorang diri setelah bercerai pada tahun 2000, tak melenturkan semangat Wiwi untuk‎ menjadi bagian dari anak-anak yatim piatu yang diasuhnya. Memang tidak semudah yang diceritakannya.



Untuk membiayai anak-anak asuhnya, Wiwi kadang bekerja ekstra demi mendapatkan uang. Namun dirinya tidak pernah merasa lelah. Dalam lelah, justru Wiwi kian terpacu menjalankan peran sebagai ibu asuh.

"Saya pernah minjem (kredit) ke bank, saya juga kadang dapat bantuan dari rekan-rekan saya para donatur. Kalau untuk minjem (kepada teman) enggak lah, takutnya orang berpikir saya gimana gitu," ucapnya.

Apapun Wiwi lakukan, demi anak-anak asuhnya. Tekad kerasnya memberikan apapun bagi anak asuhnya. "Yang penting cukup buat makan dan sekolah, serta saya tidak maling dan nipu orang. Semua saya lakukan dengan kemampuan saya," katanya.

Ketiga anak kandungnya pun tidak keberatan atas apa yang dilakukan ibunya. Mereka bahkan sangat mendukung.



"Anak-anak kandung saya sudah tidak tinggal bersama saya. Mereka tidak keberatan sejak pertama saya memutuskan untuk membuat yayasan. Bahkan, mereka menyayangi anak-anak asuh saya, lebih dari saudara sendiri," jelasnya.

Kisah Wiwi, seorang anggota kepolisian berhati 'malaikat' tentu sangat menggugah perasaan. Dia menjadi inspirasi bagi semua orang untuk jadi orangtua asuh bagi anak-anak yang tidak pernah merasakan kasih sayang orangtua.

"Ke depannya, di sisa usia saya, saya akan terus mengurus mereka, akan terus menyekolahkan mereka hingga jenjang tertinggi. Tujuan hidup kita itu harus bermanfaat bagi orang lain," pungkas Wiwi.

Editor: redaktur

Komentar