DIDADAMEDIA, Bandung - Jurnal Nature, Rabu (9/1/2019), merilis adanya pergerakan medan magnetik bumi yang terjadi dengan cepat meninggalkan Kanada menuju Siberia. Lantas, perlukah kita khawatir akan fenomena tersebut di Indonesia?
Pakar geofisika yang juga Guru Besar ITB, Prof. Satria Bijaksana mengungkapkan, medan magnetik bumi bukanlah medan yang statik, akan tetapi medan yang dinamik. Apa yang disampaikan para ilmuwan dalam jurnal tersebut, kata Satria, sebetulnya adalah hasil observasi mereka yang menunjukkan bahwa magnetik bumi berjalan cepat.
"Hal itu menjadikan dua konsen dari penelitian tersebut, yaitu dari sisi ke praktisan, peta-peta navigasi yang dibuat harus segera diperbarui, dan mereka harus memikirkan penyebab perubahan magnetik itu," kata Satria dalam rilis yang diterima PindaiNews, Jumat (18/1/2019).
World Magnetik Model digunakan oleh semua sistem navigasi. Model tersebut diperbarui setiap lima tahun sekali. Namun, karena medan magnet telah bergerak begitu cepat, pembaharuan diperlukan lebih cepat dari itu. Untuk membuat perubahan peta secara cepat, diperlukan proses yang panjang dan lama karena memerlukan data dari seluruh dunia.
"Variasi mengenai medan magnetik bumi memang perlu untuk diketahui, namun tidak perlu terlalu dikhawatirkan, sebab Indonesia yang terletak jauh dari kutub magnetik relatif tidak terdampak," ujarnya.
Dampak dari perubahan magnetik bumi yang terbesar akan dirasakan di daerah kutub utara, sebab arah navigasi bergeser.
Satria menjelaskan, medan magnetik bumi sudah ada setidaknya 4,2 miliar tahun lalu. Medan magnetik bumi ini sangat bermanfaat dalam menentukan arah dalam kompas atau sistem navigasi. Sementara itu, pengukuran intensitas medan magnetik bumi pertama di Indonesia dilakukan oleh de Rossell pada 9 Oktober 1792 di Surabaya dan 9 Mei.
"Medan magnetik bumi pada dasarnya sangat lemah. Tidak terdeteksi langsung oleh indra manusia. Pada dasarnya berbentuk dipol dengan dua kutub yang sering disebut kutub utara dan kutub selatan. Arah dan intensitas medan sangat bervariasi, umumnya bergantung pada posisi lintang," jelasnya.
Saat ini, medan magnetik bumi sedang melemah. Namun tidak perlu menjadi kekhawatiran sebab kemungkinan akan menguat kembali. "Trennya sekarang medan magnetik itu melemah, namun tak perlu ditakutkan karena itu melemah biasa, kalau dilihat dari rekaman sejak dulu pernah melemah dan naik lagi," ujarnya.
Medan magnetik bumi berperan dalam melindungi bumi dari solar wind atau aktivitas matahari yang menghasilkan radiasi berupa partikel bermuatan sebagian besar proton yang panas dan berenergi tinggi dari matahari. Menurut Prof. Satria, hal ini justru yang perlu menjadi perhatian.
Lapisan medan magnet yang menyelubungi bumi itu disebut magnetosfer. Ada beberapa kondisi yang terjadi pada magnetosphere saat berinteaksi dengan solar wind, yaitu jika solar wind lemah, maka magnetosfer mengembang, jika solar wind menguat maka magnetosfere mengecil.
Periode di mana intensitas solar wind meningkat itu disebut sebagai badai geomagnetik (geomagnetic storm). Badai ini dapat terjadi saat erupsi CME (coronal mass ejection) di matahari yang menghasilkan gelombang kejut pada tata surya.
Badai magnetik ini yang dapat menyebabkan gangguan di antaranya kerusahakan jaringan telegraf tahun 1859, kerusakan jaringan listrik di Kanada tahun 1989, kerusakan sepertiga satelit Nasa pada 2003.
"Dengan semakin bergantungnya kita pada telekomunikasi dan komunikasi satelit, maka perlu disadari bahwa mungkin terjadi gangguan akibat interaksi antara medan magnetik bumi dengan solar wind," tuntasnya.
Editor: redaktur