DIDADAMEDIA, Bandung - Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat merilis data tahun 2018 terkait peran komoditi makanan terhadap garis kemiskinan lebih dominan dibandingkan komoditi bukan makanan.
Artinya, masyarakat miskin lebih banyak mengeluarkan uang untuk kebutuhan primer seperti makanan. Dari sejumlah kebutuhan yang dibeli, beberapa di antaranya bukan jenis barang yang tidak produktif seperti rokok.
Rokok masuk dalam lima besar jenis kebutuhan yang sifatnya tidak pokok, tapi cukup dominan memengaruhi pengeluaran masyarakat miskin, baik di perkotaan maupun perdesaan.
Posisi pertama untuk daerah perkotaan adalah beras (22,77%), disusul rokok berada di peringkat kedua (9,49%), daging ayam ras (5,04%), telur ayam ras (4,13%), dan kopi bubuk serta kopi instan (3,26%).
Sementara bagi daerah perdesaan yaitu beras (28,59%), rokok (7,08%), telur ayam ras (3,76%), daging ayam ras (3,45%) dan kopi bubuk serta kopi instant (3,26%).
Kepala BPS Jabar, Dody Herlando menilai, artinya sebagian masyarakat miskin belum sadar bahwa rokok menjadi penyumbang kemiskinan. Jika dirinci berdasarkan data September 2018 dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) Rp269.065/kapita/bulan, maka hampir 10% dibelanjakan untuk rokok.
"Warga miskin belum sadar rokok menyumbang kemiskinan. Itu harus geser ke arah yang produktif, tapi ya realitasnya itu petani kita ngaso (bersantai), ya merokok," ujar Dody saat konferensi pers terkait potret tingkat kemiskinan dan ketimpangan Jabar di kantor BPS Jabar, Selasa (15/1/2019).