DIDADAMEDIA -- Sebuah prediksi, bisa terbukti, bisa juga tidak. Namun, apa jadinya apabila sebuah prediksi negatif tentang kondisi sebuah daerah pada beberapa tahun mendatang?
Melansir Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Pakar tata ruang Universitas Gadjah Mada (UGM), Bambang Hari Wibisono, menyatakan, sejumlah pakar memiliki prediksi yang cukup mengerikan berkenaan dengan kondisi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta pada masa depan.
Dia berpendapat, perkiraan tentang tenggelamnya DKI Jakarta pada 2050 bukan sebuah hal yang mustahil. "Ini bisa terjadi apabila pengelolaan pembangunannya tidak cermat. Karenanya, hal itu menjadi warning berbagai pihak untuk membenahi aspek tata ruang," tandas Bambang.
Sejumlah pakar dan lembaga riset selama beberapa tahun terakhir memprediksi bahwa Jakarta berpotensi tenggelam dalam beberapa puluh tahun mendatang.
Bambang mengatakan, Fitch Solutions Country Risk & Industry Research memprediksi, pada 2050 Jakarta berpotensi tenggelam. Lembaga penelitian itu menilai, tenggelamnya DKI Jakarta sebagai dampak beragam persoalan yang terjadi saat ini.
Isu turunnya permukaan tanah, lanjutnya,menjadi perhatian para ahli sejak 10-15 tahun silam. Selain itu, banyak ahli dan pakar yang memberikan peringatan serta pendapat tentang apa yang seharusnya dilakukan di Jakarta. Dia berpandangan, ada hal penting berkaitan dengan hal itu, yakni menggunakan instrumen penataan ruang secara ketat.
Seharusnya, ucap dia, tata ruang mengatur kawasan mana yang boleh berlangsung sebuah program pembangunan fisik dan mana yang tidak. Lalu, lanjutnya, tata ruang pun mengatur kawasan budi daya mana yang bisa mengalami pengembangan, dan kawasan mana yang berfungsi lindung.
Hingga kini, ujar dia, pembangunan fisik di Jakarta, masih mempertimbangkan soal kapasitas atau daya tampung. Akan tetapi, sesalnya, belum memikirkan daya dukungnya secara serius.
Selain kapasitas lahan untuk menampung penduduk, lanjutnya, hal lain yang perlu menjadi pertimbangan adalah kebutuhan-kebutuhan yang harus terpenuhi setiap penduduk agar punya kualitas hidup yang baik.
Saat ini, sebutnya, DKI Jakarta, yang luasnya 661 kilo meter per segi, populasi penduduknya melebihi 10 juta jiwa. Terus bertambahnya populasi penduduk menimbulkan konsekuensi kebutuhan ruang, termasuk sarana-prasarana. "Pada sisi lain, pembangunan fisik memberi beban bagi lahan dan tanah," ujarnya.
Hal itu, ucap dia, bisa menyebabkan permukaan turun. Selain itu, penyedotan air tanah demi pemenuhan kebutuhan air bersih juga bisa membuat permukaan tanah turun. "Ini yang menjadi kekhawatiran para ahli berkaitan dengan adanya ancaman Jakarta tergenang," jelasnya.
Idealnya, saran dia, ada pembatasan populasi penduduk pada suatu wilayah berdasarkan daya dukungnya. Namun, khusus DKI Jakarta, hal ini menjadi mustahil karena daya tarik kota ini masih sangat besar.
Namun, Bambang menyatakan, belum terlambat bagi pemerintah untuk mengintervensi dan melakukan sejumlah langkah nyata sebagai upaya mengatasi persoalan ini, dan menghentikan ancaman tenggelamnya Jakarta.