DIDADAMEDIA, Bandung - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perjalanan dinas pemerintah daerah se-Jawa Barat meningkat tiap tahun. Minimnya keterbukaan informasi publik memunculkan dugaan indikasi penyelewengan anggaran.
Dalam diskusi "Ruang Gelap APBD dan Potensi Penyimpangan", di Kaka Cafe, Bandung, Minggu (13/1/2019), Dewan Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Nandang Suherman mengungkap sejumlah faktor kecurigaan terhadap penyalahgunaan anggaran.
Sejumlah faktor yang membuat Nandang curiga terjadi penyalahgunaan anggaran yakni absennya partisipasi masyarakat, dan hanya diputuskan oleh segelintir individu di eksekutif serta legislatif saat proses penyusunan APBD.
Selain itu, dokumen APBD dan turunnya hingga sekarang masih dianggap "rahasia" sehingga harus ditutupi erat-erat. Sebab yang dibuka hanya "kulit luar" saja seperti ringkasan APBD.
"Seluruh pemkab dan pemkot belum menyediakan di portal resmi pemerintah terkait keterbukaan informasi dalam proses penyusunan penetapan dan dokumen APBD yang gampang diakses, hanya Kota Bandung saja yang sudah," ujar Nandang.
Dia memaparkan, perjalanan dinas seluruh pemerintah kabupaten/kota se-Jabar dalam kurun waktu tiga tahun (2016-2018) menunjukkan tren peningkatan. Totalnya mencapai Rp1,5 hingga 2 triliun setiap tahun anggaran.
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terbesar pembelanjaan anggaran 2018 adalah perjalanan dinas Setwan DPRD Kota Bandung. Nilainya mencapai Rp46,342 Miliar, disusul Kabupaten Bogor Rp41,570 Miliar, Kota Bekasi Rp35,090 Miliar, Kota Cimahi Rp33,455 Miliar dan paling buncit adalah Kabupaten Pangandaran Rp 3,306 Miliar.
"Kalau saya sih lihat Kota Bandung dari sisi proses masih tertutup juga, sekelas Kota Bandung, dia kan hanya terbuka melibatkan masyarakat itu diproses perencanaan dengan Musrenbang, ternyata enggak juga katanya," ungkapnya.
Dia juga belum melihat kelompok masyarakat yang cukup aktif atau dilibatkan untuk membahas secara detail perencanaan anggaran Kota Bandung. Dia menilai, di ruang tertutup seperti itu terindikasi adanya "perjanjian khusus".
"Kalau menurut saya sih karena ini masih sisi-sisi gelap, kan ini kesepakatan-kesepakatannya di ruang tertutup, nah pasti terjadi disitu ada deal," jelasnya.
Nandang meyakini perjalanan dinas DPRD di dalamnya "satu paket" dengan akomodasi lainnya. Contohnya kasus dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif DPRD Kabupaten Purwakarta tahun anggaran 2016 yang menyeret semua anggotanya.
"Hari ini kita kan tercengang nih, dengan kasusnya Purwakarta semua anggota DPRD melakukan penyimpangan kan begitu. Kalau kita bedah jangan-jangan seluruh anggota dewan Indonesia melakukan itu," pungkasnya.