Koordinasi Pencarian Korban, Bupati Sukabumi Nginap di Lokasi Longsor

koordinasi-pencarian-korban-bupati-sukabumi-nginap-di-lokasi-longsor Marwan Hamami (kacamata/jaket hitam) berkoordinasi dengan petugas di posko bencana longsor. (Foto: Istimewa)
DIDADAMEDIA, Bandung - Bupati Sukabumi, Marwan Hamami memilih menginap di pos kesehatan lokasi bencana tanah longor di Kampung Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Selasa (1/1/2019) malam.

Itu dilakukan Marwan untuk memudahkan koordinasi penanganan pascabencana, apalagi akses jalan menuju lokasi longsor cukup menyulitkan. Di sana Marwan melakukan monitoring dan menggelar rapat koordinasi dengan tim relawan untuk mengetahui kendala dan strategi yang cepat dalam penanggulangan bencana.

Kedatangan Marwan ke lokasi bencana, juga sambil membawa tambahan logistik untuk korban dan petugas yang masih berjaga. Marwan menugaskan tim relawan untuk fokus mencari korban terlebih dahulu.

"Yang paling penting hari ini adalah bagaimana mencari korban aja dulu, karena kalau berpikir tentang relokasi semua wilayah ini sudah dilarang dan masuk dalam zona merah sesuai dengan topografinya sesuai pendapat para ahli geologi," ujar Marwan dari rilis yang diterima Pindainews, Rabu (2/1/2019).

Dia mengapresiasi warga yang turut membantu proses evakuasi. Dengan gotong-royong seperti ini menurutnya, membuktikan bahwa masih banyak waega peduli dengan musibah yang menimpa saudaranya sendiri.

"Apresiasi yang luar biasa juga untuk kerja keras teman-teman relawan, Tim SAR gabungan dari TNI, Polri, BPBD, POL PP, DISHUB, Basarnas, Pramuka dan seluruh yang terlibat," tambahnya

Menurut Bupati, ada satu Budaya di kampung adat ini yang jika masyarakatnya direlokasi untuk pindah, maka ada satu ketentuan budaya yang harus diikuti. Dia menjelaskan, jika satu orang pindah maka semua orang penduduk adat di sini semua harus pindah atau disebut bedol adat.

"Kami sering melakukan sosialisasi seperti pada acara serentahun, kemiringan 45 derajat harus seperti apa, apa yang harus dilakukan dan bagaimana meperlakukannya, ini tidak boleh nanam begini," paparnya.

Menurut Marwan, musibah seperti ini memang baru terjadi di kampung adat Sirnaresmi, sebenarnya masyarakat adat sudah terbiasa mengelola alam. "Kalau longsor dan menutup  satu kampung ini hal baru disini, tapi kalau longsoran biasa sering. Sebetulnya budaya masyarakat disini itu ada satu konsep leweng di mumule (Hutan dijaga) dengan pantangan-pantangan seperti itu sebetulnya mereka menjaga lingkungannya," pungkasnya.

Upaya pencarian korban masih terus berlangsung hingga saat ini, berdasarkan data terbaru Rabu (2/1/2019) ini sebanyak 15 korban meninggal sudah ditemukan. Adapun korban yang terindikasi tertimbun totalnya sebanyak 35 orang, artinya tersisa 20 orang yang belum ditemukan. Editor: redaktur

Komentar