DIDADAMEDIA, Bandung - Tawa terdengar begitu riuh di Kantin Nasion Rumah The Panas Dalam, Jalan Ambon No 8A, Bandung. Keramaian pun dengan kehadiran sosok musisi perempuan muda asal Jakarta, Danilla Jelita Poetri Riyadi.
Ya, Danilla Jelita Poetri Riyadi atau publik lebih mengenalnya dengan nama Danilla Riyadi, menjadi penutup tahun yang begitu ciamik di Pengadilan Musik jilid 28.
Wanita yang enggan disebut solois itu membawa kehangatan berbeda dari 27 jilid sebelumnya. Paras yang cantik dan pribadi supel membuatnya seakan-akan bukan lagi menjadi terdakwa yang sedang diadili di kursi panas.
Dua jaksa penuntut umum, Budi Dalton dan Pidi Baiq sesekali melempar rayuan kepada terdakwa hingga membawa suasana di lokasi kian bergemuruh dengan suara tawa yang lepas.
Namun tak jarang, beberapa pertanyaan pedas dilayangkan kepada terdakwa hinggga membuat Yoga (PHB) dan Ruly Cikapundung yang hadir sebagai pembela, sigap memberikan statement untuk melindungi Danilla.
Bahkan, sesekali mereka beradu argumen begitu sengit hingga Hakim Man Jasad harus memukul palu untuk menengahi perdebatan tanpa akhir dalam program yang didukung penuh oleh DCDC tersebut. Sang panitera Eddi Brokoli pun harus turun tangan untuk menengahi perdebatan antara jaksa dengan pembela.
Musisi yang lahir 28 tahun silam itu pun akhirnya mengakui sama sekali tidak pernah mendapatkan pendidikan formal dan bermusik. "Saya suka sekali bernyanyi sejak kecil, karena ibu saya juga seorang musisi. Lalu kebetulan genre yang menarik perhatian adalah jazz, hingga beranjak dewasa tanpa disadari musik yang selalu didengarkan dari dulu seakan menjadi guru saya," ucap Danilla saat duduk di kursi panas, Pengadilan Musik jilid 28, Sabtu (29/12/2018) malam.
Danilla bercerita, pada 2012 lalu hasrat bermusiknya kian terpacu. Tahun itulah, dia dipertemukan dengan Lafa Pratomo untuk bertukar ide serta pemikiran. Dari situ, lahirlah beberapa lirik dan musik kemudian direkam di label Orion Records dan Demajors di awal 2014.
Dia mengaku bersyukur, karena album Telisik yang dirilis 3 Maret 2014 mendapatkan respons luar biasa dari penikmat musik di Indonesia. Album perdananya itu pun meraih penghargaan kategori album terbaik 2014.
"Saya sebenarnya tidak layak mengatakan bahwa 'berhak' mendapatkan predikat terbaik, karena semua yang menilai adalah orang lain bukan diri kita sendiri. Kalau saya pribadi, hanya ingin berusaha memberikan musik yang jujur, berkualitas dan menjadi cerminan diri," bebernya.
Tiga tahun berselang, Danilla akhirnya melepas album keduanya 'Lintasan Waktu'. Dia pun tak hanya menjadi pengisi di albumnya melainkan turun menjadi produser bersama Lafa dan Aldi Nada Pemana dari Ruang Waktu Music Lab.
"Album kedua saya ada 10 lagu, dan hampir seluruhnya saya tulis sendiri. Karena di sini, ingin sekali menggambarkan sebuah cerita akan ketakutan, kematian, kebimbangan, makhluk hidup hingga mengantarkan yang mendengar terbawa kesebuah pulau yang berisikan suara dari berbagai arah," imbuhnya.
Tiga bulan yang lalu, Danilla resmi merilis video klip lagu berjudul dari sebuah mimpi buruk yang ada di album Lintasan Waktu. Menurutnya, lagu tersebut dipilih karena paling mengambarkan akan sosok dirinya.
"Hampir sebuah lagu di album Lintasan Waktu bertempo lambat, dan akan sangat terasa menjadi galau. Tapi, di lagu ini paling ceria dan memiliki banyak nilai yang kaya akan makna," imbuhnya.
Kehadiran di Pengadilan Musik jilid 28, aku dia, sangat berbeda dibandingkan program talkshow yang lain. Penyampaian pesan dan penjabaran yang unik membuat terpacu dalam berimajinasi secara liar.
"Kita tuh mempromosikan karya kita dengan cara yang baru dan orang gak akan bosan jadinya, ditambah adanya interaksi dan gimik membuat suasana kian cair," pungkasnya.
Editor: redaktur