DIDADAMEDIA-- Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu produktivitas dan daya saing industri keramik di Tanah Air. Menurutnya, industri tersebut berpotensi besar untuk dikembangkan mengingat ketersediaan bahan baku tersebar di sejumlah daerah.
“Secara kapasitas dan kemampuan, industri keramik kita telah mampu memenuhi kebutuhan nasional dan kami mendorong pemanfaatan teknologi guna menciptakan produk yang inovatif dan kompetitif,” katanya dikutip LKBN Antara.
Adie mengungkapkan, sejumlah kebijakan strategis telah dijalankan untuk mendongkrak daya saing industri keramik nasional antara lain adalah penerapan safeguard atau pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengaman (BMTP) terhadap impor produk ubin keramik. Selain itu, pemberlakuan harga gas bumi untuk industri sebesar 6 dolar per MMBTU.
“Upaya pemerintah yang telah dilakukan tersebut, sangat mendongkrak pemulihan kinerja industri keramik nasional dan dirasakan juga manfaatnya dengan adanya peningkatan permintaan pasar dalam negeri maupun ekspor,” ungkapnya.
Lebih lanjut Adie memaparkan, saat ini, utilisasi produksi industri keramik nasional mulai melonjak hingga 65 persen pada November 2020. Dan diharapkan akan terus meningkat sampai dengan akhir tahun 2020 sebesar 70 persen dari sebelumnya hanya utilisasi hanya 45 - 50 persen karena pandemi Covid-19.
"Sudah ada peningkatan utilisasi dan diharapkan akan terus meningkat pada November 2020 ini," tegas Adie.
Sementara itu Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam mengaku dirinya sangat optimis kebijakan yang telah diterbitkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan industri di tengah masa pandemi.
“Kami mengapresiasi industri manufaktur dalam negeri, termasuk industri keramik yang telah menunjukkan keuletan dan mampu memanfaatkan peluang rebound dengan dukungan pemerintah,” jelas Khayam.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengemukakan pemulihan industri keramik terlihat dari hasil kinerja ekspornya. Sepanjang Januari-September 2020, pengapalan produk keramik nasional mencapai 49,8 juta dolar, naik 24 persen, dan secara volume menembus angka 12,8 juta m2 atau meningkat 29 persen.
“Kinerja ekspor selama sembilan bulan di tahun ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2016,” katan Edy.
Menurutnya, peningkatan nilai ekspor tersebut, menurut dia, karena membaik dan meningkatnya daya saing industri keramik dengan harga gas baru dan mulai dibukanya lockdown di negara-negara tujuan ekspor. Adapun lima negara tujuan ekspor utama untuk produk keramik nasional, yaitu ke Filipina, Malaysia, Taiwan, Thailand dan Amerika Serikat.
“Lonjakan ekspor terjadi dengan tujuan negara Amerika Serikat mencapai 130 persen, Filpina sekitar 60 persen, dan Taiwan 40 persen,” pungkasnya.