DIDADAMEDIA, Bandung - Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengklaim kini tak ada lagi desa dengan status sangat tertinggal. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPM-Desa) Jawa Barat, mencatat saat ini di Jabar sudah ada 270 desa mandiri.
Bahkan, capaian Indeks Desa Membangun (IDM) Provinsi Jabar yang menjadi indikator penetapan status di Indonesia terus mengalami peningkatan. Terbukti dengan adanya pentingkatan status Desa Mandiri dari 98 desa pada 2019 menjadi 270 desa pada 2020.
Disampaikannya, perbaikan aspek ekonomi, infrastruktur, dan sosial menjadi domain yang penting untuk meningkatkan status desa di Jabar. Terlebih memiliki 5.312 desa yang tersebar di 18 Kabupaten dan Kota Banjar.
"Tahun 2020, ditetapkan bahwa jumlah desa mandiri yang ada di Jawa Barat itu 270 (desa), kemudian yang sangat tertinggal sudah tidak ada. Kita melakukan Bagaimana kami memperbaiki perekonomian desa, supaya potensi desa dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya," ujar Kepala DPM-Desa Jabar, Bambang Tirtoyuliono, Jalan Soekarno-Hatta No.466, Kota Bandung, Rabu (9/9/2020).
Lebih jauh dia menjelaskan, desa yang statusnya naik menjadi mandiri akan mendapatkan penghargaan atau reward dari DPM-Desa yakni Mobil Aspirasi Kampung Juara atau 'Maskara'. Kendaraan multifungsi tersebut diberikan kepada Desa Mandiri dan Desa Berprestasi sebagai penunjang berbagai kegiatan yang dilakukan desa.
"Pada 2019 kita telah menyalurkan Maskara sebanyak 126 unit kepada 73 Desa Mandiri, 10 Desa DLS to DM, dan 43 Desa Berprestasi di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten. Sementara tahun 2020 ini, sebanytak 102 unit akan didistribusikan kepada 21 Desa Mandiri, 13 Desa DLS to DM, dan 68 Desa Berprestasi yang berada di 18 kabupaten dan Kota Banjar," ungkapnya.
Sebagai launching, lanjut Bambang, akan dilakukan penyerahan secara simbolis 18 unit Maskara tahun 2020 ini kepada 7 Desa di Kabupaten Cirebon, 7 Desa di Kabupaten Majalengka, dan 4 desa di Kabupaten Kuningan pada 12 September 2020.
"Jadi kriterianya reward yang memiliki strata mandiri, yang kedua juga kita memberikan juga kepada desa-desa yang berprestasi. Jadi manakala yang berprestasi walaupun belum menyandang strata desa mandiri kita akan berikan Maskara kemudian kita dorong bagaimana untuk bisa meningkatkan strata ke depannya. Jadi bukan tawar menawar, jadi itulah upayanya," pungkas Bambang.
Ia menyembutkan, berdasarkan Permendesa PDTT Nomor 2 Tahun 2016 tentang IDM, terdapat 52 indikator yang menentukan status desa. Mulai dari dimensi pelayanan, kesehatan, akses pendidikan dasar, hingga keterbukaan wilayah terhadap lingkungan ekonomi. Oleh sebab itu, lanjut Bambang, peningkatkan status desa di Jabar koheren dengan peningkatan indikator IDM.
Ia juga menambahkan, peningkatan indikator IDM di Jabar tak lepas dari berbagai inovasi yang dicetuskan Gubernur Jabar, Ridwan Kamil dan Wakil Gubernur, Uu Ruzhanul Ulum, dengan slogan Desa Juara yang memiliki tiga pilar, yakni digitalisasi layanan desa, One Village One Company (OVOC), dan Gerakan Membangun Desa (Gerbang Desa).
Dari tiga pilar tersebut turun sederet program, seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Jembatan Gantung Desa (Jantung Desa), Jalan Mulus Desa, Sapa Warga, dan banyak program lainnya. Program-program itu dirancang salah satunya untuk memangkas ketimpangan gap kemiskinan dan digitalisasi pedesaan dengan perkotaan.
Namun diakui Bambang, keberhasilan berbagai program yang dicanangkan di desa harus berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota serta pemerintah desa. Hal itu agar berbagai program yang diturunkan ke desa mampu dirasakan kemanfaatannya oleh masyarakat.
"Dalam 52 indikator IDM itu tidak semua kewenangan adan di provinsi. Contoh bahwa salah satu variabelnya dalam indeks komposit sosial itu ada yang namanya tenaga kesehatan, itu bukan domainnya provinsi tapi pemerintah kabupaten/kota, bagaimana bisa menghadirkan tenaga kesehatan. Terus disana tidak ada Paud misalkan, itu domainnya kabupaten kota. Jadi mau tidak mau, suka tidak suka mesti bersama-sama bisa menghadirkan itu," tandas Bambang.