DIDADAMEDIA, Bandung - Setelah sempat dikarantina selama 14 hari di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran Jakarta, karena terinfeksi COVID-19, Etty binti Toyib Anwar akhirnya pulang ke rumah bertemu keluarga di Desa Cidadap, Kecamatan Cingambul, Kabupaten Majalengka, Kamis (30/7/2020) malam WIB.
Etty diantar petugas Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Tenaga Kerja RI disaksikan Pemerintah Provinsi Jawa Barat diwakili Dinas Tenaga Kerja dan Transmigasi dan PB NU.
Proses kepulangan Etty berlangsung haru. Betapa tidak, Etty dipenjara selama 18 tahun menanti hukuman qisas setelah hakim memutuskan bersalah atas pembunuhan majikannya Faisal bin Said Abdullah Al Ghamdi.
“Proses kepulangan dilakukan dengan protokol kesehatan COVID-19,” ujar Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat, Rachmat Taufik Garsadi, Sabtu (1/8/2020).
Etty divonis bersalah bersama seorang warga negara India, Abu Bakar Kutil. Namun Etty bebas dari hukuman pancung karena pihak keluarga memaafkan setelah syarat diyat 4 juta real atau Rp15,2 miliar berhasil dipenuhi.
Dana tersebut berasal dari pengumpulan dana rakyat Indonesia yang peduli dikoordinasi KBRI Arab Saudi (Kemenlu) – PB NU (NU Care- LAZISNU). “Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga menginisiasi pengumpulan dana dari para ASN dan berhasil mengumpulkan dana Rp1,8 miliar,” kata Rachmat.
Pada momen pertemuan dengan keluarga, keluarga Etty dan Kementerian Luar Negeri RI menyampaikan terima kasih dan penghargaan sEttynggi-tingginya kepada Gubernur Jawa Barat yang telah melakukan berbagai upaya termasuk memberikan kontribusi hingga Etty terbebas dari hukuman mati.
Kasus Etty ini memberi pelajaran berharga bagi semua stakeholders terutama perihal kesejahteraan pekerja migran. Menghindari kejadian serupa terulang, Pemda Provinsi Jawa Barat bersama DPRD saat ini sedang merumuskan raperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Daerah Provinsi Jawa Barat.
Perlindungan dimulai dari sejak sebelum bekerja atau pra kerja meliputi: sosialisasi kepada calon pekerja migran di desa-desa, pendampingan orientasi pra penempatan (OPP), dan peningkatan kompetensi.
Perlindungan selama bekerja meliputi monitoring penempatan pekerja migram melalui P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia), serta menindaklanjuti pengaduan atau permasalahan di luar negeri bersama-sama dengan kementerian dan lembaga terkait.
Sementara pelindungan setelah bekerja meliputi, pemberdayaan purna PMI dengan memberikan pelatihan kewirausahaan dan pengembangan usaha. Hal ini dimaksudkan agar purna PMI bisa hidup mandiri. “Prosesnya sedang berlangsung dan mudah-mudahan bisa cepat selesai,” ungkap Rachmat.
Jabar Migran Service Center
Menguatkan perda perlindungan pekerja migran, Pemda Provinsi Jawa Barat akan membangun Jabar Migran Service Center (JMSC) yang berfokus membangun sistem navigasi migrasi. “Kita juga sedang bikin yang namanya JSMC, Jabar Migran Service Center,” sebut Rachmat.
Sistem ini terbentuk dari seluruh rangkaian sistem pendataan calon tenaga kerja, sistem perekrutan yang melibatkan peran dinas tenaga kerja provinsi dan kabupaten/kota hingga desa. JMSC juga membangun sistem pelatihan dan sertifikasi, sistem penempatan, serta sistem pelacakan warga Jabar yang bekerja di luar negeri.
Pembangunan sistem navigasi migrasi ini akan melibatkan seluruh ekosistem migrasi, dari mulai pemerintah daerah, pusat, perusahaan swasta pelatihan dan penempatan, lembaga-lembaga keuangan, dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan peran dan tugas pemerintah daerah yang disebutkan dalam UU 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran.
Perda dan JSMC ini akan terus digulirkan secara konsisten agar tidak ada lagi pekerja migran ilegal dan memastikan pekerja yang diberangkatkan sudah sesuai dengan kompetensi. “Target besarnya adalah keamanan dan kesejahteraan pekerja migran terjamin dan dilindungi hukum,” pungkas Rachmat.