DIDADAMEDIA, Bogor - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memastikan bahwa Kemendikbud akan tetap meneruskan Program Organisasi Penggerak (POP) meski sebelumnya menuai polemik.
"Yang sudah pasti program ini ke depan harus maju karena begitu banyak semangat yang sudah lolos di program ini," kata Nadiem dalam konferensi pers setelah mengunjungi beberapa sekolah di Bogor, Jawa Barat seperti dilansir Antara, Kamis (30/7/2020).
Ia mengatakan, Kemendikbud ingin bisa belajar dari pergerakan pendidikan yang ada di tengah masyarakat, sehingga ia ingin program tersebut tetap dapat dilanjutkan.
Dalam kesempatan itu, Nadiem juga mengatakan akan mengundang pihak dari luar, seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turut mengevaluasi dan memberikan penilaian mengenai sistem program tersebut.
Nadiem mengatakan Kemendikbud akan melakukan verifikasi terhadap efektivitas program POP di masa pandemi COVID-19.
Nadiem juga memastikan bahwa setiap organisasi yang sudah diverifikasi akan diverifikasi ulang untuk memastikan bahwa mereka adalah organisasi yang kredibel dengan integritas yang tinggi serta memiliki nilai-nilai yang baik.
"Setelah itu, kami akan mengevaluasi di akhir 4 pekan itu. Kami akan mengevaluasi dan memberi jaminan apakah perlu timingnya ditunda atau tidak, atau kita masih jalan atau tidak," ujar Nadiem.
Ia memastikan bahwa program itu harus terus berjalan. Tetapi, ia juga tetap mengharapkan dukungan dari Organisasi Islam Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) terhadap program tersebut.
"Harapan besar kami bahwa organisasi, seperti Muhammadiyah, NU, PGRI bisa mendukung program ini dan membimbing kita dan memberi masukan-masukan bagaimana untuk menyempurnakan programnya ke depan," kata dia.
"Jadi, Insyaallah dengan itu kita akan bisa bersatu lagi dan menjadikan mimpi kita untuk anak penerus bangsa, satu realita," kata Menteri Nadiem.
Sebelumnya, POP menuai pro dan kontra karena program tersebut dianggap tidak merakyat setelah dua yayasan milik perusahaan besar seperti Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation bergabung dalam program tersebut.
Keikutsertaan kedua yayasan itu mendorong Muhammadiyah mengundurkan diri, yang kemudian disusul oleh NU dan PGRI.