DIDADAMEDIA, Jakarta - Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menyatakan, rapid test atau tes cepat masih dibutuhkan terutama sebagai salah satu upaya untuk menyaring apakah individu memiliki risiko terinfeksi COVID-19 atau tidak.
Rapid test terbukti memiliki tingkat akurasi yang rendah dalam mendeteksi seseorang terinfeksi virus corona atau tidak. Sejumlah negara, salah satunya Prancis sejak awal pandemi COVID-19 sudah mengeluhkan metode rapid test yang sebagian besar alatnya berasal atau didatangkan dari China.
"Seperti dijelaskan di Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 revisi kelima oleh Kementerian Kesehatan bahwa tes cepat tidak digunakan untuk kepentingan diagnostik," kata anggota Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) COVID-19 dr Reisa Broto Asmoro dalam konferensi pers di Graha BNPB, Sabtu (18/7/2020).
Dalam kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR atau tes dengan sampel swab, maka tes cepat dapat digunakan untuk penapisan atau penyaringan terhadap populasi yang dianggap berisiko tinggi terinfeksi COVID-19.
Selain itu, Reisa mengatakan tes cepat juga digunakan untuk mereka yang akan melakukan perjalanan dan pelacakan kontak erat dalam kelompok rentan risiko.
Dia menegaskan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) merekomendasikan tes cepat digunakan untuk penelitian epidemiologi atau penelitian lainnya yang berhubungan dengan pencegahan infeksi COVID-19.
"Penggunaan tes cepat mengikuti perkembangan teknologi terkini dan rekomendasi dari WHO," kata Reisa.
Indonesia, kata dia, kini juga telah dapat memproduksi alat tes cepat dalam negeri dengan tingkat akurasi yang tinggi. Hal itu dapat membantu melakukan deteksi dengan jangkauan yang lebih banyak dan luas.
Tidak hanya tes cepat, pemerintah juga mendukung pembuatan alat tes PCR dalam negeri. Hal itu untuk meningkatkan frekuensi pemeriksaan dengan PCR sampai 30.000 tes per hari yang diharapkan oleh Presiden Joko Widodo.
Pemeriksaan via PCR sendiri tidak akan dilakukan tanpa arah tapi diprioritaskan dilakukan kepada pasien yang memenuhi definisi kasus suspek COVID-19.
Terbukti Tak Akurat, Ini Alasan Rapid Test Masih Dibutuhkan
