DIDADAMEDIA - Masyarakat dihebohkan beredarnya daftar nama pemimpin redaksi (Pemred) sejumlah media nasonal yang pernah diajak 'jalan'jalan' oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke luar negeri di era Susi Pudjiastuti.
Potongan dokumen itu diunggah di media sosial Twitter, Facebook, Instagram dan juga beredar di aplikasi pengolah pesan WhatsApp oleh akun @suara_bawah dengan nama pemilik Arya Baruna.
Dalam daftar itu, nama-nama pemred sejumlah media nasional dibagi dalam beberapa kelompok dengan tujuan negara yang berbeda. Di antaranya Amerika Serikat, Perancis, Italia, Jepang, Uni Emirat Arab, Norwegia, Prancis, Polandia, Monaco dan Denmark.
Salah satu yang disebutkan adalah mantan Pemred Majalah Tempo, Wahyu Muryadi. Dia menanggapi beredarnya daftar nama pemred dan wartawan yang disebut-sebut menerima duit dari pemerintah.
Wahyu mengakui pernah mengikuti perjalanan ke luar negeri sebagai jurnalis atas biaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Benar saya mengikuti perjalanan dinas Bu Susi ke luar negeri tapi saya tidak menerima uang cash sama sekali. Ada yang salah kira lalu minta saya traktir karena saya dapat banyak hadiah 600-an juta segala macam, itu tidak ada, " kata Wahyu Muryadi dikutip dari Tagar.id, Selasa (7/7/2020).
BACA JUGA :
Angka yang tercantum dalam daftar itu, kata Wahyu, merupakan total biaya akomodasi perjalanan wartawan untuk meliput forum internasional yang dihadiri pemerintahan Indonesia. Saat itu forum dihadiri oleh Menteri KKP Susi Pujiastuti
"Peristiwanya 2 sampai dengan 3 tahun lalu. Saat itu KKP mengundang sejumlah media mengirimkan wartawannya untuk meliput acara Bu Susi menghadiri forum-forum internasional seperti Ocean Conference, World Ocean Summit yang diselenggarakan badan-badan dunia seperti PBB dan Kennedy School di Harvard," katanya.
Waktu itu, kata dia, Susi menjadi pembicara utama dalam forum bergengsi dengan membawa nama negara. Indonesia dianggap champion dalam kebijakan memberantas penangkapan ikan secara ilegal yang dilakukan kapal-kapal asing dan eks asing.
"Dan kita jadi saksi atas apresiasi itu terhadap Indonesia. Saya dan tentunya teman-teman lainnya sama sekali tak merasa dirugikan dengan dibocorkannya data-data perjalanan dinas ke luar negeri tersebut. Karena memang itu bukan perbuatan melawan hukum dan merupakan tugas jurnalistik yang bisa dipertanggungjawabkan secara administrasi kenegaraan tanpa mengganggu independensi media masing-masing," ucapnya.
Ketika meliput di sana, Wahyu menjabat Pemred Tempo TV. Ia mengaku, Susi tak pernah memintanya memberitakan hal tertentu atau mengarahkan peliputan selama di sana.
"Ia paham arti penting kemerdekaan pers sebab itu semuanya diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan redaksional masing-masing, meski harus diakui nilai berita untuk setiap perjalanan dan kebijakan Bu Susi - yang sejauh ini kami yakini sudah benar - tentunya sangatlah tinggi," ujarnya.
Perjalanan dari Jakarta ke negeri tujuan ditanggung oleh KKP. Oleh karena itu, kata dia, KKP yang membayarkan langsung segala bentuk akomodasi wartawan termasuk fasilitas penginapan.
"Itu untuk pesawat, transportasi lokal, hotel, kita tidak menerima cash," ujarnya.
Akun Twitter @podoradong mengunggah foto selembar daftar nama-nama wartawan dari berbagai media, 7 Juli 2020. Di kolom sebelah nama tercantum angka tujuh hingga delapan digit yang dianggap besaran uang yang diterima wartawan.
"Daftar di bawah adalah tentang bagaimana Istana membiayai awak media yang terpilih untuk jalan-jalan ke luar negeri. Dari uang pajak kalian. Makan dari uang rakyat tapi kerjaanya membohongi rakyat dengan info-info pro-pemerintah," kata akun tersebut yang kemudian di-cuit ulang sebanyak dua ribu kali selama enam jam.
Wahyu menduga tersebarnya arsip itu merupakan reaksi seseorang atau suatu lembaga atas pemberitaan majalah Tempo edisi 4 Juli 2020 yang bertajuk 'Pesta Benur Menteri Edhy'. Jika itu benar, ia menyesalkan perbuatan itu lantaran jalur protes terhadap pemberitaan suatu media pers telah disediakan oleh negara.
"Saya dipaksa menduga bahwa tindakan jahat itu dilakukan pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan terbaru majalah Tempo. Tapi mengapa harus membunuh para pembawa pesan kebenaran, sang pemberita? Semestinya kalau berita tersebut tak benar ya protes aja redaksi, laporkan ke Ombudsman internal atau adukan ke Dewan Pers," katanya.