DIDADAMEDIA, Bandung - Kasus hukum yang menjerat pegawai Tata Usaha SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril dinilai sebagai contoh 'gagal pahamnya' Institusi hukum di Indonesia.
Opini dan pandangan itu disampaikan Paguyuban Korban UU ITE (Paku ITE). Lembaga tersebut menilai banyak kasus hukum di Indonesia yang pelakunya dijerat UU ITE tanpa melihat persepektif dari korban dan pelaku.
Mahkamah Agung (MA) menyatakan Baiq Nuril telah membuat malu Kepala SMAN 7 Mataram, Haji Muslim, karena merekam pembicaraan via telepon, lalu menyebarkannya.
"Itu kelihatan banget bahwa institusi hukum di Indonesia (beserta orang-orang di dalamnya) tidak memiliki keberpihakan terhadap perempuan," ujar Sekretaris Paku ITE Anindya seperti dilansir Detik.
Vonis MA itu diketuk oleh ketua majelis Dr Sri Murwahyuni dengan anggota MD Pasaribu dan Eddy Army, kemudian dipublikasi di laman putusan.mahkamahagung.go.id, Jumat (14/12/2018) lalu.
Menurut ketiganya, akibat perbuatan terdakwa, karier Haji Muslim sebagai kepala sekolah terhenti. Keluarga besar malu dan kehormatannya dilanggar.
Tapi vonis MA dinilai Anindiya mengabaikan persepektif perempuan. Apalagi MA telah menerbitkan Peraturan MA No 3/2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
"Sudah sepantasnya Kepsek dan keluarga pelaku pelecehan malu, wong memang melecehkan, kok. Tindakan Si Kepsek memang memalukan, dan harusnya korban dilindungi, bukan dipenjarain," ujar Anindya.
Hal yang diatur dalam Peraturan MA No 3/2017 adalah hakim tidak boleh membenarkan terjadinya diskriminasi terhadap perempuan dengan menggunakan kebudayaan, aturan adat, dan praktik tradisional lainnya ataupun menggunakan penafsiran ahli yang bias gender.
Selain itu, hakim tidak boleh mempertanyakan dan/atau mempertimbangkan pengalaman atau latar belakang seksualitas korban sebagai dasar untuk membebaskan pelaku atau meringankan hukuman pelaku. Tidak hanya itu, hakim dilarang mengeluarkan pernyataan atau pandangan yang mengandung stereotipe gender.
"(Dalam kasus Baiq Nuril) MA tidak punya perspektif yang memadai dalam menghadapi kasus perempuan yang berhadapan dengan hukum," pungkasnya.