Dinkes Jabar Catat 9.281 Kasus DBD Sepanjang Januari-Mei 2020

dinkes-jabar-catat-9281-kasus-dbd-sepanjang-januari-mei-2020 Ilustrasi. (Ilustrasi/Salman Faris)

DIDADAMEDIA, Bandung - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat mencatat, sepanjang Januari hingga Mei 2020, kasus demam berdarah dengue (DBD) di Jabar mencapai 9.281 dengan jumlah kematian sebanyak 78 orang.

Kota Bandung masih menjadi daerah dengan jumlah kasus DBD terbanyak di Provinsi Jabar yakni sebanyak 1.748 kasus (dari Januari-Mei 2020).

"Untuk kasus DBD terbanyak di Jabar, itu ditempati oleh Kota Bandung yang mencapai 1.748 kasus dengan sembilan kematian," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jabar Berli Hamdani Gelung Sakti, Kamis (25/6/2020).

Berli mengatakan saat ini Dinas Kesehatan Provinsi Jabar tidak hanya mewaspadai wabah COVID-19, namun masyarakat juga diminta untuk mewaspadai wabah DBD yang biasanya merebak pada musim pancaroba.

Menurut Berli, berdasarkan data yang dilaporkan, kasus DBD di Provinsi Jabar pada Januari 2020 mencapai 2.213 kasus dengan 20 kematian, pada Februari terdapat 2.479 kasus dengan 18 kematian.

"Lalu di Bulan Maret 2020, itu tercatat ada 2.942 kasus dengan 23 kematian, kemudian di April sebanyak 888 kasus dengan 10 kematian dari 12 kabupaten/kota, sedangkan pada Mei terdapat 759 kasus dengan tujuh kematian, dari 14 kabupaten/kota," kata dia.

Ia menuturkan untuk angka kematian akibat penyakit DBD terbanyak di Jabar terjadi di Kabupaten Cirebon, yakni 11 kematian dengan 447 kasus DBD sampai akhir Mei 2020, disusul oleh Kota Tasikmalaya dengan 8 kematian dari 413 kasus DBD sampai akhir Mei 2020.

Dia mengatakan daerah baru bisa menetapkan DBD sebagai KLB atau Kejadian Luar Biasa ketika jumlah kasusnya sudah dua kali lipat atau lebih saat dibandingkan dengan data di tahun sebelumnya, dalam periode yang sama.

Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) oleh Pemprov Jabar, kata Berli sudah sangat masif dilakukan untuk mencegah DBD, termasuk pada 2020 upaya PSN dilakukan sambil menghadapi COVID-19 di semua daerah.

"Apabila dibandingkan antara tahun 2019 dengan tahun 2020, dalam periode yang sama, sudah mendekati duplikasi kasus. Hal ini terjadi diduga karena beberapa hal," kata Berli.

Pihaknya merinci duplikasi kasus DBD terjadi karena beberapa penyebab seperti akibat penularan transovarial, yakni telur nyamuk sudah mengandung virus DBD.

"Sehingga dengan kondisi ini, saat nyamuk menjadi dewasa, tidak perlu menggigit penderita DBD lebih dulu untuk bisa menularkan penyakitnya, namun langsung bisa menginfeksi manusia," kata dia.

Penyebab lainnya, kata Berli, ialah karena adanya kemungkinan resistensi insektisida karena pengasapan (fogging) yang terlalu sering dan berdekatan waktunya.

Editor: redaktur

Komentar