DIDADAMEDIA, Bandung - Perguruan tinggi di Jawa Barat konsisten melahirkan inovasi dalam penanganan COVID-19. Selain alat bantu pernapasan, ventilator, inovasi alat pengetesan COVID-19 pun intens dikembangkan.
Universitas Padjadjaran (Unpad) misalnya terus mengembangkan Deteksi CePAD atau Rapid Test 2.0 (sebutan dari Gubernur Jabar Ridwan Kamil). Koordinator Peneliti Rapid Test COVID-19 Unpad dari Fakultas MIPA, Muhammad Yusuf mengatakan, perbedaan Deteksi CePAD dengan rapid test yang umum digunakan saat ini adalah molekul yang dideteksi.
Rapid test COVID-19 yang umum mendeteksi antibodi, dan Deteksi CePAD ini mendeteksi antigen. Sehingga, kata Yusuf, Deteksi CePAD dapat mendeteksi virus lebih cepat, karena tidak perlu menunggu pembentukan antibodi saat tubuh terinfeksi virus.
"Deteksi antibodi itu mempunyai kelebihan, karena dia proses sampling relatif cepat, dan digunakan untuk mendeteksi penyakit sudah menyebar di mana saja," kata Yusuf dalam jumpa pers di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (25/6/2020).
"Tapi, ketika rapid test ini digunakan untuk bisa memprediksi atau ketika orang menunjukkan gejala sakit dengan antibodi biasanya akan nonreaktif, karena antibodi belum terbentuk. Sehingga, kami berpikir untuk melengkapi rapid test dengan antigen," imbuhnya.
Yusuf berharap, dengan adanya Deteksi CePAD, deteksi dan penanganan COVID-19 di Indonesia, khususnya di Jabar, berjalan lebih optimal.
"Jadi dengan lengkapnya rapid test ini, dengan antibodi tersebar, deteksi antigen tersedia, mudah-mudahan penanganan COVID-19 semakin baik ke depannya," ucapnya.
Pernyataan senada diucapkan Kepala Pusat Studi Infeksi Fakultas Kedokteran Unpad Bachti Alisjahbana. Menurut Bachti, hadirnya inovasi-inovasi alat pengetesan akan mempercepat diagnosa. Hal tersebut amat dibutuhkan dalam penanganan COVID-19.
"Saya pikir setelah melihat beberapa kali uji coba ini (Deteksi CePAD), cukup menjanjikan dengan sampel yang kami punya. Setelah ini, kami akan melakukan proses uji coba lagi," kata Bachti.
Direktur Inovasi dan Korporasi Unpad Diana mengatakan, panduan penggunaan Deteksi CePAD terus dimatangkan. Pun demikian dengan panduan produk. Sebab, pengambilan nasofaring, sampel Deteksi CePAD, tidak bisa dilakukan sembarangan.
"Sekarang yang digodok adalah bagaimana barang itu bisa sampai ke masyarakat," ucap Diana.
VitPAD-iceless Transport System
Hasil inovasi lain dari Unpad adalah VitPAD-iceless Transport System, sebuah Viral Transport Medium (VTM) yang memiliki ketahanan dan keamanan untuk penyimpanan dan transportasi sampel virus di suhu ruang.
Dosen Fakultas Kedokteran Unpad yang juga tim pengembangan vitPAD, Hesti Lina, mengatakan, ketergantungan akan VTM impor menjadi salah satu latar belakang timnya mengembangkan vitPAD, sedangkan Indonesia, khususnya Jabar, memerlukan VTM dalam jumlah banyak.
"Kami memikirkan bagaimana bisa membuat VTM produk lokal, dan juga memiliki kualitas yang baik, dan tahan di suhu kamar, sehingga memudahkan transportasi dari fasilitas kesehatan di pelosok ke laboratorium pemeriksa (COVID-19)," kata Hesti.
Penyimpanan sampel dalam VTM yang biasa digunakan, kata Hesti, harus berada di suhu 2-8 derajat celcius. Maka, diperlukan boks eks dengan pengamanan berlapis dalam pengiriman sampel ke laboratorium pemeriksaan.
"Dalam pengiriman, VTM harus menggunakan icebox, sedangkan kalau ini (vitPAD) kami sudah tidak membutuhkan icebox lagi. Jadi, untuk transportasi lebih simpel dan bisa menjangkau daerah-daerah," ucapnya.
Hesti mengatakan, vitPAD sedang divalidasi ke sampel yang lebih banyak. Menurut ia, pihaknya akan pihaknya produksi 3.000 vitPAD yang disebar ke sejumlah fasilitas kesehatan di Jabar.
"Perizinan sedang paralel dilakukan, mungkin kami juga kerja sama dengan industri. Itu juga bisa diharapkan terbuka. Sehingga, kami bisa memproduksi vitPad lebih banyak, cepat, dan efisien, untuk bisa membantu kecepatan pemeriksaan COVID-19 di Jabar," katanya.