Dewan Guru Besar UPI Catat 5 Poin Mengapa RUU HIP Harus Dibatalkan

dewan-guru-besar-upi-catat-5-poin-mengapa-ruu-hip-harus-dibatalkan Ketua Dewan Guru Besar UPI, Karim Suryadi. (Net)

DIDADAMEDIA, Bandung - Desakan agar pemerintah dan DPR RI menghentikan Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) terus disuarakan sejumlah pihak.

Hari ini, aksi unjuk rasa menolak RUU HIP dilakukan berbagai organisasi masyarakat di sejumlah daerah, salah satunya di kompleks Parlemen RI di kawasan Senayan, Jakarta.

Pernyataan menolak RUU HIP juga disampaikan Dewan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (DGB UPI) Bandung sekaligus meminta DPR dan Pemerintah membatalkan RUU tersebut.

Mengutip pemberitaan laman Pikiran Rakyat, Rabu (24/6/2020), penolakan terhadap RUU HIP diambil setelah DGB UPI melakukan telaah kritis dan objektif atas naskah akademik dan RUU HIP yang diusulkan DPR RI.

Seperti diuraikan Ketua DGB UPI, Profesor Karim Suryadi, ada lima poin alasan yang menjadi dasar penolakan terhadap RUU HIP.

Kelima poin tersebut antara lain RUU HIP tidak menunjukkan antikomunisme, RUU melemahkan kedudukan Pancasila, merendahkan agama, mengintervensi sistem ilmu pengetahuan, dan intervensi riset juga inovasi nasional.

Karim menyatakan, para guru besar tergugah kesadaran berbangsanya, dan terpanggil kesadaran moral akademiknya atas apa yang menjadi keprihatinan publik terkait substansi RUU HIP. 

“Kami mengiris tipis naskah akademik dan draf RUU HIP, lalu bersikap menolak, serta meminta DPR dan Pemerintah membatalkan RUU tersebut. Alasan kunci penolakan karena kami menilai RUU tersebut tidak menunjukkan preferensi anti-komunisme, mendistorsi nilai-nilai dan melemahkan kedudukan Pancasila, merendahkan agama, serta mengintervensi sistem ilmu pengetahuan, riset dan inovasi nasional,” ungkap Karim.

Jika DPR dan Pemerintah memaksa mengundangkan RUU tersebut, maka akan berdampak sistemik pada pergeseran sendi-sendi bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dia menegaskan, draf RUU mengharuskan Haluan Ideologi Pancasila menjadi landasan pendidikan dan dijabarkan dalam kurikulum persekolahan dan pendidikan tinggi, padahal substansinya tidak simetris dengan rumusan Pancasila, sebagaimana tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945.  “Lalu mau dibawa ke mana arah perahu bangsa ini?” kata dia.

Pasal yang memberi kewenangan tanpa batas kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan dalam pembinaan ideologi, kata Karim, telah menempatkan Pancasila di dalam genggaman kekuasaan.

Demikian pula tugas dewan pengarah badan yang bertugas membina ideologi yang secara ex officio menjadi ketua dewan pengarah pada kementerian atau badan yang menyelenggarakan riset dan inovasi nasional dapat mengikis independensi keilmuan, merusak objektivitas, bahkan politisasi riset di tanah air.

Editor: redaktur

Komentar