DIDADAMEDIA, Bandung - Beragam upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19, khususnya, di Kota Bandung, terus bergulir. Di antaranya, berupa pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Kota Bandung sejak 21 April 2020.
Akan tetapi, hingga kini, penyebaran Covid-19 di kota berjuluk Parisj van Java ini masih terus terjadi. Ironisnya, tidak sedikit warga seolah-olah jenuh terhadap pemberlakuan PSBB di Kota Bandung. Pada akhirnya, banyak warga melanggar kebihjakan PSBB.
Menanggapi perkembangan Covid-19 beserta penanganannya, khususnya, di Kota Bandung, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran (Unpad), Profesor Muradi, menilai Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung kurang berkreasi dalam penanganan Covid-19.
"Ada empat aspek penting berkenaan dengan penanganan Covid-19," tandas Muradi, Senin (8/6/2020).
Pertama, kata Muradi, perhatikan tataran legalitasnya, yang harus bisa mencakup keseluruhan. Kedua, sambung dia, berkenaan dengan aspirasi publik. "Ketiga, soal bagaimana perkembangan Covid-19 hingga kini. Keempat, koordinasi kabupaten-kota, khususnya, Kota Bandung," lanjut Muradi.
Muradi meneruskan, hal yang harus mendapat pemahaman pada keempat aspek tersebut yaitu sekitar empat bulan, masyarakat beraktivitas di dalam rumah. Tentunya, lanjut dia, masyarakat perlu stimulan.
"Nah, stimulan itu butuh inisiatif pemegang kebijakan, dalam hal ini, Pemkot Bandung, agar melakukan upaya-upaya bersifat 'membaca' pergerakan publik bersamaan dengan adanya sejumlah agenda, misalnya new normal. Saya kira ini yang harus mendapat perhatian dan digarisbawahi," papar dia.
Akan tetatpi, sambung dia, evaluasi Pemkot Bandung terlalu normatif. Dia mengistilahkannya kering kreativitas. Dia berpendapat, sebenarnya publik paham bahwa Covid-19 ini dahsyat dan bermasalah.
"Publik ingin melihat stimulasi atau formula apa yang ditawarkan Pemkot Bandung. Nah, saya kira, perlu ada bentuk kreativitas. Sedangkan, Wali Kota Bandung, Sekda (Sekretaris Deerah) Kota Bandung, dan sebagainya, saya kira, adalah sosok-sosok normatif yang tidak terlalu kreatif untuk melihat kebijakan yang mereka bawa," tambahnya
Contohnya, jelas dia, ide-ide segar yang ada tidak bisa terdelivery secara baik. Hal itu terjadi, lanjutnya, karena terbatas pada kekhawatiran yang sifatnya tidak terlalu subtantif.
"Umpamanya, ketika ada pernyataan pada level pusat, pada level provinsi sudah mulai berlangsung pelonggaran atau sebagainya. Mestinya, kawan-kawan Pemkot Bandung berinisiatif melakukan apa yang kira-kira bisa dan seharusnya mereka lakukan," imbuhnya.
Apalagi, tegas dia, jangan menilai Bandung sebagai kota yang biasa. Bandung, sahut dia, menjadi sebuah destinasi.
"Mau tidak mau, suka tidak suka, kondisinya dinamis. Jika Bandung bersikap menunggu saja dari pusat, sedangkan pemerintah pussat mewacanakan new normal, seharusnya, berdasarkan otonomi daerah pemerintah kabupaten/kota bisa lebih responsif. Hingga kini, hal itu yang saya belum lihat. itulah yang saya katakan kreativitas kebijakan," tutup Muradi.
Editor: redaktur