DIDADAMEDIA - Khalifah Abu Bakar dalam sejarahnya pernah mendekritkan operasi militer terhadap negeri Batha'ah yang berpenduduk Muslim seluruhnya.
Sebab, penduduk itu -terutama kalangan kaya- enggan membayar zakat. Mereka sebelumnya telah diprovokasi tokoh munafik, Malik bin Nuwairah.
Khalifah waktu itu mengeluarkan peringatan, ''Demi Allah, akan saya perangi siapa saja yang memisahkan antara kewajiban shalat dan kewajiban zakat.''
Tak ada yang paling dicintai oleh manusia di dunia ini, melebihi harta kekayaan. Mengeluarkan harta untuk kepentingan orang lain bisa lebih berat daripada shalat dan puasa. Islam menerapkan sistem zakat bukan sebagai simbol kedermawanan semata.
Melansir dari Republika.co.id, Zakat merupakan alat uji kepatuhan seorang Muslim dalam melaksanakan kewajibannya kepada masyarakat. Di dalam Alquran, perintah mendirikan shalat selalu dirangkaikan dengan perintah membayar zakat. Mengingkari salah satunya dipandang sebagai pembangkangan terang-terangan terhadap agama, seperti kasus penduduk Batha'ah di atas.
Perintah berzakat memiliki makna yang lebih luas daripada sekadar menunaikan kewajiban mengeluarkan 2,5 persen harta kekayaan atau hasil usaha produktif untuk menyantuni kaum dhuafa dan orang-orang yang mempunyai hajat.
Zakat memiliki pesan moral agar orang-orang kaya selalu menyadari tanggung jawabnya dalam mengupayakan keadilan ekonomi dan sosial. Zakat berfungsi membersihkan harta orang kaya dari hak orang lain yang wajib dikeluarkan serta mengikis sifat pelit dan mementingkan diri sendiri yang merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.
Di balik perintah berzakat ini, setiap Muslim perlu mengerti, memahami dan mematuhi bahwa kewajiban terhadap sesama manusia dalam kaitannya dengan harta kekayaan tidak cukup hanya dengan mengeluarkan zakat.
Abd Rahman 'Azzam Pasha dalam bukunya, Ar-Risalah Chalidah menjelaskan, ''Zakat adalah batas minimal hak fakir miskin pada harta orang kaya, artinya hak seseorang Islam terhadap orang Islam lainnya tidaklah habis hanya dengan pembayaran zakat saja. Selama masih ada lowongan untuk berbuat kebaikan, maka berbuat baik itu wajib dilaksanakan."
Seperti diterangkan oleh pakar tafsir Alquran, Al-Qurthubi, bahwa kedudukan manusia terhadap harta ialah pengurus atau pemegang amanat (mustakhlif) yang harus menafkahkannya sesuai dengan yang diridhai Allah.
Allah SWT berfirman: Dan nafkahkanlah (harta) itu yang kamu telah dijadikan sebagai pengurusnya, (Al-Hadid: 7)''.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mewajibkan orang-orang kaya Muslim untuk mengeluarkan harta mereka seukuran yang dapat memberi keleluasaan hidup bagi orang-orang miskin. Dan tidaklah orang-orang miskin mengalami kesengsaraan, kelaparan atau tidak punya pakaian adalah karena perbuatan orang-orang kaya juga" (HR Al-Thabrani).