Tradisi 10 Hari Terakhir Ramadan di Keraton Kasepuhan Cirebon

tradisi-10-hari-terakhir-ramadan-di-keraton-kasepuhan-cirebon Ilustrasi. (Net)

DIDADAMEDIA, Cirebon - Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat tetap menjalankan 'Jamasan Gerbong Maleman', tradisi menyambut Lailatulqadar, dengan menerapkan protokol kesehatan karena saat ini masih pandemi COVID-19.

"Ibadah Ramadhan kan harus dijalankan, begitu juga dengan tradisi 'Jamasan Gerbong Maleman', dan ini dalam rangka menyambut malam Lailatulqadar," kata Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningrat di Cirebon, belum lama ini, seperti dilansir Antara.

Tradisi 'Jamasan Gerbong Maleman', kata dia, acara menyiapkan saji maleman di kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati.

Tradisi itu dilakukan pada malam ganjil, tepatnya pada 10 hari terakhir Bulan Suci Ramadan, di mana Kesultanan akan menyalakan lilin, delepak, dan ukup di makam Sunan Gunung Jati hingga makam Sultan Sepuh XIII.



Ukup atau wewangian, lanjut Arief, berfungsi mengharumkan ruangan, sedangkan delepak dan lilin sebagai penerang ruangan.

"Tradisi ini dilakukan setiap malam ganjil di 10 hari terakhir Bulan Ramadhan, untuk menyambut Lailatulqadar," tuturnya.



Perlengkapan yang digunakan pada saji maleman, di antaranya gerbong atau peti yang terbuat dari kayu, guci, mangkok keramik, dan botol.

Perlengkapan untuk tradisi saji maleman itu dibawa menuju makam Sunan Gunung Jati oleh pasukan khusus, yakni Kraman Astana Gunung Jati, di mana mereka dilengkapi tombak.

"Pasukan berjalan sejauh kurang lebih enam kilometer, dari Keraton Kasepuhan Cirebon menuju makam Gunung Jati," katanya.

Pihaknya tetap menerapkan protokol kesehatan saat melaksanakan tradisi saji maleman, karena ada atau tidaknya pandemi tradisi tersebut harus tetap dilaksanakan.

Editor: redaktur

Komentar