DIDADAMEDIA, Sukabumi - Para kepala desa (kades) di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat yang tergabung dalam Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI) menolak distribusi paket bantuan sosial (bansos) dari Pemprov Jabar berkaitan penanganan dampak COVID-19.
Mereka mendatangi kantor Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi di Gelanggang Cisaat, Selasa (28/4/2020), untuk audiensi dengan Pemkab Sukabumi dan DPRD Sukabumi. APDESI menilai terdapat tumpang tindih data penerima bansos, sehingga perlu adanya verifikasi dan validasi data kembali.
"Seluruh kades se-Kabupaten Sukabumi sepakat menunda terlebih dahulu bantuan provinsi Jawa Barat itu sampai batas waktu tidak ditentukan. Kami tidak menginginkan ada gejolak di masyarakat ketika data itu tidak sesuai dan tepat sasaran," kata Ketua APDESI Kabupaten Sukabumi Deden Deni Wahyu mengutip dari detikcom.
Selain masalah verifikasi data dan kategori penerima bantuan yang terus berubah-ubah, masalah lain yang disorot adalah penyaluran bantuan yaitu peran dari pengemudi ojeg online dalam program JPS (Jaringan Pengaman Sosial) Jawa Barat.
“Kami tidak berhak menolak, karena bantuan ini adalah hak warga terdampak, tapi proses pendataan dan penyalurannya kami tolak,” tegas Wakil Ketua APDESI Tutang Setiawan dalam forum audensi dan musyawarah tersebut melansir dari Sukabumiupdate.com.
APDESI Kabupaten Sukabumi menduga data yang digunakan untuk penyalurkan bantuan sosial terdampak covid-19 ini adalah data kemiskinan tahun 2010, yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
“Jadi wajar jika dalam data ini masih ditemukan nama-nama warga yang tidak layak mendapatkan bantuan. Pertanyaan kami kenapa tidak mempercayakan pendataan ini kepada desa yang tentu akan kami pertanggungjawabkan, kenapa harus menggunakan data lama yang justru bermasalah,”jelas Tutang.
Selain pendataan dan verifikasi penerima manfaat, proses penyaluran bantuan sosial provinsi Jawa Barat ini juga dinilai kurang tepat karena tidak melibatkan petugas keamanan wilayah. Peran ojeg online sebagai kurir pengantar bantuan dianggap tidak efektif untuk menjaga kondusifitas.
“Kita paham saat ini ojol bagian dari warga yang terdampak COVID-19. Tapi untuk keamanan dan kondisifitas dibutuhkan figur yang dikenal dan disegani masyarakat, seperti Babinsa dan Bhabinkantibmas. Jika ada warga yang protes, apakah ojol bisa memberikan penjelasan. Untuk penyaluran lebih baik melibatkan petugas pemerintahan bidang keamanan di desa, yaitu Babinsa dan Bhabinkantibmas,” jelas Tutang yang saat ini masih menjabat sebagai Kepala Desa Nagrak Selatan.
Ini penting sambung Tutang, karena proses penyaluran bantuan sosial kali ini rawan diprotes oleh warga lainnya yang juga merasa berhak karena terdampak Covid-19.
“Jika ojol diprotes warga mereka bilang bertugas mengantarkan, tidak bisa memberikan penjelasan menyeluruh soal bantuan sosial. Tapi jika tugas ini diberitakan kepada petugas keamanan wilayah dan unsur pemerintah, pasti punya tanggung jawab untuk membuat warga tenang dan mengerti,” pungkasnya.