DIDADAMEDIA, Cianjur - Sejumlah pedagang daging di sejumlah pasar tradisional di Cianjur, Jawa Barat, melakukan berbagai upaya agar tidak merugi salah satunya dengan mengolah daging menjadi abon atau dendeng.
Lilis Sumiati, pedagang daging sapi di Pasar Induk Pasirhayam, pada wartawan di Cianjur, Selasa (28/4/2020), mengatakan inovasi ini dilakukan agar tingkat pendapatan tidak menurun dalam kondisi seperti sekarang.
Ia menjelaskan sejak merebaknya COVID-19 harga daging tetap stabil, bahkan menjelang puasa harga tetap bertahan Rp110.000 per kilogram, padahal tingkat pembelian terus berkurang.
Oleh karena itu, agar daging itu tidak busuk dan keuntungan tetap dihasilkan pedagang, maka pengolahan abon atau dendeng menjadi opsi agar omzet tidak menurun.
"Tetap bisa dijual dan tahan lama dalam bentuk dendeng atau dijadikan abon, yang membutuhkan waktu dalam pengolahan, setidaknya ini dapat mengurangi kerugian," katanya.
Lilis menceritakan sejak satu pekan terakhir upaya mengolah daging agar tetap bisa dijual sudah dilakukan sebagian besar pedagang daging di pasar tersebut.
Selain itu, penjualan abon dan dendeng itu dapat ditawarkan secara daring sehingga para pembeli tidak perlu datang ke pasar.
"Lumayan pembelian secara online mulai tinggi, namun tingkat pemakaian masih rendah karena batasan yang diberlakukan dan warga sulit mendapat uang," katanya.
Daging olahan tersebut, tutur Lilis, lebih banyak ditawarkan pada pedagang sayur yang menjadi langganan tetap pedagang. Meski belum maksimal, upaya ini mampu sedikit menekan angka kerugian.
"Daripada rugi banget, setidaknya olahan dendeng dan abon masih bisa terjual dan masih bisa menutupi kebutuhan kami sehari-hari," katanya.
Sementara itu, hingga satu pekan puasa, harga daging ayam masih bertahan pada kisaran Rp28.000 per kilogram, meski penjualan justru menurun, menurut beberapa pedagang di Pasar Muka, Cianjur.
Ikbal, salah seorang pedagang daging ayam mengatakan harga daging ayam pada awal Ramadhan cenderung stabil, meski sempat turun dari harga normal.
"Penjualan dan pemakaian masih normal bahkan terkesan sedikit menurun karena masa sulit seperti sekarang kegiatan banyak dibatasi apalagi keluar rumah," ujarnya.
Menurut dia, kondisi saat ini berbeda dengan Ramadhan pada 2019 karena waktu itu tingkat penjualan sudah meningkat seminggu menjelang puasa dan satu pekan menjelang lebaran.
Namun, untuk tahun ini, Ikbal tidak berani memprediksi adanya keuntungan karena pandemi COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
"Dampak yang sangat terasa dari kunjungan ke pasar menurun tajam. Belum pembatasan yang dilakukan pemerintah diperpanjang, banyak yang di rumahkan, otomatis perekonomian terhambat," katanya.