DIDADAMEDIA, Bandung - Video viral yang memperlihatkan sejumlah warga menolak bantuan sosial (bansos) dari Pemprov Jawa Barat yang didistribusikan petugas PT Pos Indonesia di daerah Kopo, Kota Bandung, membuat Gubernur Jabar Ridwan Kamil meminta maaf.
Seperti dilansir dari rilis Humas Pemprov Jabar, Kamis (23/4/2020), Emil berjanji akan memperbaiki penyaluran bantuan sosial dari Pemprov Jabar kepada masyarakat dengan lebih meningkatkan koordinasi dengan RT/RW dan kelurahan.
"Terkait video viral ada penolakan, yang pertama tentunya kami memohon maaf dalam proses-proses seperti ini memang adalah situasi yang sulit," ujar Emil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis (23/4/2020).
BACA JUGA :
Adanya penolakan bansos dari Pemprov Jabar diduga karena ada kecemburuan di tengah masyarakat. Emil berkilah, hal ini terjadi karena adanya mispersepsi di antara warga.
"Kepada tetangganya yang tidak kebagian di pintu nomor tujuh, mungkin dia menyangka dia tidak akan mendapat bantuan. Mispersepsi inilah yang nanti akan kita evaluasi, baik kepada RT RW, kepada PT Pos, kepada semua pihak," imbuhnya.
Sementara seorang Ketua RT 04 RW 03 Kelurahan Sekeloa, Kota Bandung, Adetia mengatakan, timbulnya penolakan yang dipicu kecemburuan di tengah masyarakat merupakan bukti karut marutnya pendataan warga penerima paket bansos baik dari pemerintah provinsi maupun pemerintah kota/kabupaten. Sebab tidak ada arahan tegas kepada RT/RW dari pemerintah daerah melalui pihak kelurahan terkait pendataan warga penerima bantuan.
"Sebagai Ketua RT dan mungkin dirasakan oleh RT/RW lain, saya merasa 'dipermainkan' pemerintah (pusat dan daerah), kita sudah coba data warga yang benar-benar berhak menerima bantuan. Tapi keadaan sekarang sudah kacau dan memang harus diperbaiki," jelas Adetia kepada DIDADAMEDIA, Kamis (23/4/2020).
"Pada akhirnya banyak dan mungkin hampir semua warga di RT saya yang bertanya-tanya dapat bantuan atau tidak, karena kondisi saat ini (akibat wabah COVID-19) memang membuat hampir semua warga, terutama kalangan menengah ke bawah terdampak secara ekonomi," ujarnya menambahkan.
Adetia mengatakan, dampak sosial dan ekonomi akibat pandemi COVID-19 ibarat bola salju. Sebab tak sedikit warga yang sebeumnya tak terdata atau dianggap tidak memenuhi kriteria penerima bantuan, saat ini kondisnya harus mendapatkan bantuan akibat kehilangan pekerjaan maupun usahanya yang sepi akibat terdampak pandemi COVID-19.
"Setiap hari ada saja yang bertanya, pak abdi kengeng bantuan moal pak? (Pak saya dapat bantuan tidak pak?). Saya juga jadinya bingung karena data sudah diserahkan, dan kondisi ini mungkin dirasakan pihak RT dan RW di daerah lain," katanya.
Adetia berharap ada sikap tegas dari pemerintah soal warga penerima bantuan terutama bagi mereka yang non data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) atau warga miskin baru karena kehilangan pekerjaan dan usahanya sepi atau bangkrut.
Sebab data warga non-DTKS ini yang menimbulkan masalah, apalagi jika dikuota dipastikan menciptakan kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Karenanya Adetia mengusulkan agar data penerima bantuan bersifat fleksibel atau pihak RT/RW diizinkan mengajukan daftar warga baru penerima bantuan.
"Karena ya itu tadi, hari ini mungkin warga bernama si A statusnya bekerja jadi gak masuk daftar penerima, besoknya dia kena PHK dan gak dapat pesangon, terus minta dimasukan namanya ke daftar penerima bantuan. Karena nyari kerja dalam kondisi sekarang kan pasti susah," tuntasnya.