DIDADAMEDIA, Jakarta - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melaporkan hingga hari ini, terdapat 12 narapidana yang kembali berulah setelah dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi COVID-19.
“Sampai dengan saat ini, 12 napi yang berulah dari sekitar 36 ribuan yang sudah dikeluarkan,” ungkap Nugroho, Selasa (14/4/2020).
Nugroho menyampaikan hal tersebut dalam diskusi virtual antara Ditjenpas, Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2), The Asia Foundation (TAF), serta sejumlah pakar hukum dan praktisi Pemasyarakatan, Selasa (14/4).
Nugroho menegaskan bahwa sesuai dengan instruksi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, narapidana yang kembali melakukan tindak kejahatan setelah bebas akan diberi sanksi berat.
Sebelumnya, Yasonna mengatakan narapidana yang berulah kembali setelah dibebaskan akan dijatuhi pidana baru. Dia mengatakan telah menginstruksikan jajaran Ditjenpas Kemenkumham untuk berkoordinasi dengan Polri dan Kejaksaan guna mengoptimalkan pengawasan tersebut.
“Jika berulah lagi, warga binaan asimilasi dimasukkan ke sel pengasingan. Saat selesai masa pidananya, diserahkan ke polisi untuk diproses tindak pidana yang baru,” kata Yasonna, Senin (13/4).
Saat ini sudah lebih dari 36 ribu warga binaan pemasyarakatan yang menjalani program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi COVID-19.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi, Yunaedi mengatakan, sesuai dengan peraturan dan prosedur pemberian asimilasi dan hak integrasi, di tahun 2020 ini telah dipetakan 40.329 warga binaan yang secara berangsur-angsur sudah harus dikeluarkan.
"Secara normatif, tanpa adanya Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 ini, sebenarnya memang 40 ribu narapidana sudah harus keluar secara bertahap, termasuk yang 36 ribu ini. Mengapa ini menjadi heboh? Karena ini dikeluarkan bersama-sama,” ujar Yunaedi.
Senada dengan hal itu, Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi, Yuspahruddin menjelaskan, seluruh langkah yang diterapkan Ditjenpas telah berpedoman dengan apa yang dikeluarkan oleh ICRC dan WHO dalam menanggulangi COVID-19.