Pemkot Bandung dan ITB Siapkan Laboratorium Biosafety Level

pemkot-bandung-dan-itb-siapkan-laboratorium-biosafety-level Analis menguji sampel COVID-19 di Laboratorium BSL 2 RSKIA Kota Bandung. (Humas Pemkot Bandung)

DIDADAMEDIA, Bandung - Pemkot Bandung menggandeng Institut Teknologi Bandung (ITB) meyiapkan Laboratorium Biosafety Level (BSL 2) untuk menguji sampel COVID-19. Laboratorium BSL 2 ini hadir di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Kota Bandung.

Laboratorium tersebut dihadirkan guna mempercepat deteksi COVID-19 melalui pengujian sampel menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

"Peninjauan hari ini dalam rangka mencari tempat laboratorium untuk BSL 2, kerja sama dengan ITB. Mereka sebagai konsultannya, untuk pengadaannya dari Pemkot Bandung," kata Wali Kota Bandung, Oded M. Danial usai meninjau RSKIA, Selasa (14/4/2020).

Oded berharap dengan Laboratorium BSL2 tersebut bisa mendapatkan peta sebaran COVID-19 untuk mengantisipasi penyebaran virus corona di Kota Bandung lebih luas. Disamping itu, dengan adanya Lab BSL 2 juga merupakan salah satu upaya Pemkot Bandung melawan pandemi COVID-19. Termasuk bagian dari menghadapi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tengah direncanakan.

"Menghadapi PSBB ini, sebetulnya kita sudah melakukan seperti belajar di rumah, kerja di rumah. Namun dengan adanya PSBB ini akan lebih masih lagi, ada kekuatan hukum untuk mengajak masyarakat lebih menekankan hal tersebut," lanjutnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Rita Verita mengatakan, PCR untuk mengonfirmasi sesorang positif COVID-19. Namun saat ini ada antrean di laboratorium sehingga mengakibatkan lonjakan kasus positif. "Lonjakan tinggi yang positif itu bukan berarti penambahan di hari itu banyak. Tetapi karena hasil labnya baru keluar di hari tersebut," katanya.

Selain itu, menurutnya, Dinkes Kota Bandung pun sedang menelusuri atau tracing Orang Dalam Pengawasan (ODP). Penelurusan ini dibagi berdasarkan wilayah Puskesmas. "Sedang dikerjakan oleh kita tracing ODP ke semua kluster, terutama seperti yang kemarin GBI dan HIPMI, tetapi yang paling banyak itu GBI," ujarnya.

Ia menjelaskan, setelah ODP ditanyatakn positif melalui rapid test, maka ditindaklanjuti dengan Swab Test. Dengan pemakaian Rapid Test yang rutin tersebut, jumlahnya pun dinilai masih kurang. "Dengan 3.300 rapid test, tentunya masih kurang. Kami pun sudah menyampaikan ke provinsi. Kalau memang habis bisa diajukan kembali," tandasnya.

Editor: redaktur

Komentar