Darurat Covid-19, Pemerintah Setop Ekspor Masker

darurat-covid-19-pemerintah-setop-ekspor-masker . (Ilustrasi/antara)

DIDADAMEDIA, Jakarta - Permintaan domestik terhadap masker meningkat imbas dari merebaknya wabah virus corona (COVID-19) sejak Januari 2020 yang diikuti dengan meroketnya harga alat pelindung diri itu.

Permintaan dan harga masker semakin "menggila" saat pemerintah resmi mengumumkan adanya kasus pasien positif terjangkit COVID-19 di Indonesia pada awal Maret 2020.

PD Pasar Jaya yang juga membawahi pasar alat kesehatan Pasar Pramuka Matraman Jakarta Timur, mencatat saat itu harga masker mengalami kenaikan hingga sekitar 10 kali lipat dari harga normal.

“Hari ini kita kerja sama dengan pedagang di sini, sepakat saling bersinergi membantu masyarakat," kata Dirut Pasar Jaya Arief Nasrudin di Jakarta, Kamis (5/3).

Menurut dia, peran para pedagang Pasar Pramuka adalah mendukung kebijakan pemerintah untuk menstabilkan harga masker di tengah tingginya permintaan masyarakat. Sementara Perumda Pasar Jaya akan mendistribusikan secara berkala sejuta lembar masker bedah untuk dipasarkan.

Arief mengatakan sejak kabar terkait wabah virus corona merebak di masyarakat, harga masker bedah, seperti jenis 3 Ply terus bergerak naik hingga menyentuh Rp300 ribu per kotak atau boks. Harga itu mengalami lonjakan dari situasi normal seharga Rp30 ribu hingga Rp80 ribu per boks.

"Secara bertahap kami akan jual di JakMart dan JakGrosir serta jaringannya di kelurahan dan kecamatan yang kini tersebar 87 lokasi di Jakarta," katanya.
Masker distribusi Perumda Pasar Jaya di Pasar Pramuka dijual seharga Rp2.500 per lembar, sedangkan di jaringan kelurahan Rp1.950 per lembar. Satu kotaknya dijual seharga Rp125 ribu.

Langka dan mahalnya masker juga disebabkan banyaknya ekspor masker produksi Indonesia keluar negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Februari 2020 terjadi lonjakan ekspor masker.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti menjelaskan masker masuk dalam kategori HS 63 atau barang tekstil lainnya. Kode lengkap HS masker adalah HS 63079040.

BPS mencatat, ekspor masker sepanjang Januari tercatat senilai 2,1 juta dolar AS. Kemudian pada Februari, nilai ekspor mengalami kenaikan hingga 34 kali lipat atau naik 3.480 persen yakni mencapai 75 juta dolar AS.

Sementara jika dibandingkan Februari tahun 2019, ekspor masker pada Februari 2020 mengalami kenaikan 75 kali lipat

Merespons kondisi langka dan mahalnya masker, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto melarang ekspor produk antiseptik, bahan baku masker, alat pelindung diri dan masker mulai Rabu (18/3/2020) agar kebutuhan dalam negeri, terkait mewabahnya virus corona (COVID-19), dapat terpenuhi.

"Berkaitan dengan pemenuhan ketersediaan produk masker, intinya ada pelarangan sementara ekspor bahan baku masker dan masker," kata Agus Suparmanto.
Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Larangan Sementara Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri dan Masker yang diteken pada Senin (16/3) dan diundangkan pada Selasa (17/3).

"Pemerintah perlu menjaga ketersediaan untuk pelayanan kesehatan dan perlindungan diri bagi masyarakat. Maka perlu peraturan mengenai larangan sementara ekspor tersebut," ungkap Agus.

Ia mengatakan larangan sementara ini akan berlaku sampai tiga bulan ke depan, yaitu 30 Juni 2020. Agus juga menekankan bila larangan ini dilanggar maka eksportir yang bersangkutan akan menerima sanksi dari pemerintah.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag Veri Anggrijono mengatakan, Kemendag melakukan pengawasan terhadap praktik ekspor masker sejak kebutuhannya meningkat akibat mewabahnya virus korona di Indonesia.

Dalam hal ini, Kemendag tak segan menindak pelaku usaha yang masih mengekspor produk tersebut degan Undang-undang Perdagangan Nomor 7 Tahun 2004.

"Apabila masih ekspor, kami akan menindak lewat UU Perdagangan, bersama rekan-rekan Polri, terhadap pelaku usaha yang masih melakukannya. Sanksinya mulai dari peringatan, hingga pencabutan izin usaha," ujar Veri.

Presiden Jokowi dalam rapat kabinet terbatas Laporan Tim Gugus Tugas COVID-19 melalui telekonferensi dari Istana Merdeka di Jakarta, Kamis (19/3), juga meminta kementerian dan lembaga negara untuk memastikan stok masker dan alat kesehatan bagi pasar dalam negeri terpenuhi.

Hal itu penting karena masyarakat sedang berjuang untuk mencegah penularan lebih luas COVID-19 di Indonesia.

“Kebutuhan alat-alat kesehatan, seperti masker, hand sanitizer (alat pembersih tangan) dipastikan tersedia. Ekspor masker dan alkes (alat kesehatan) yang dibutuhkan untuk ini lebih baik disetop dulu, pastikan stok dalam negeri cukup,” ujar Presiden Jokowi.

Selain alat kesehatan, Presiden juga meminta stok bahan pangan, seperti beras, bawang putih, gula, cabai dan lainnya bagi pasar domestik terpenuhi agar masyarakat tenang dan tidak ada lonjakan harga sehingga inflasi terjaga.

 
Genjot produksi

Selain menyetop ekspor masker, untuk memenuhi kebutuhan domestik, pemerintah juga berupaya menggenjot produksi masker.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyampaikan bahwa salah satu BUMN, PT Rajawali Nusantara Indonesia Persero (RNI) berupaya mengejar produksi masker dua juta lembar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Produksi masker sebanyak dua juta bulan itu semuanya oleh RNI. RNI kerja sama dengan pabrikan lokal, jadi RNI order supaya cepat," ujar Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga.

Saat ini, lanjut dia, RNI sedang memesan bahan baku masker dari India, Prancis dan China. Namun, pemesanan bahan baku itu sedikit terkendala karena negara itu sedang menerapkan kebijakan “lockdown” (menutup kota atau negara).

Maka itu, lanjut dia, Kementerian BUMN akan menggunakan skema Government to Government (G2G) dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku masker di dalam negeri.

"Sekarang ini kebutuhan alat kesehatan di mana-mana. Jadi karena kebutuhan di mana-mana hampir semua negara mencari, akhirnya kami akan negosiasi G2G. Jadi kami BUMN sudah kejar betul," katanya.
Ia menyampaikan negara-negara itu masih berkenan untuk melakukan impor bahan baku masker ke Indonesia. "Kalau bahan baku, mereka masih oke, asal bukan masker langsung," ucapnya.

Ia menambahkan RNI akan mendistribusikan masker ke PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan pemerintah daerah. "Kimia Farma akan distribusi ke publik, RNI juga bisa langsung pemda," katanya.

RNI menyebutkan bahan baku lapisan dalam masker yang diimpor dari luar negeri merupakan komponen krusial dalam produksi masker.

"Komponen lapisan dalam, kalau untuk kainnya kita bisa ambil dari produsen lokal, perihal asli atau KW pun tidak masalah kalau sedang dalam kondisi darurat atau emergency. Lapisan dalam itu yang tidak bisa kita produksi," ujar Direktur Utama RNI Eko Taufik Wibowo.

Sementara itu Menteri BUMN Erick Thohir memastikan ketersediaan masker sebanyak 4,7 juta lembar dalam waktu dekat untuk mendukung penanganan COVID-19.

"BUMN farmasi terus memproduksi kebutuhan yang kita bisa, misalnya masker. Insya Allah 31 Maret akan tersedia 4,7 juta masker," ujar Erick melalui konferensi video di Jakarta, Jumat (20/3).

Ia mengatakan BUMN farmasi sudah mendapatkan bahan baku masker dari sejumlah negara sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Bahan baku kertasnya itu kita ambil dari negara lain. Tapi masker secara keseluruhan bisa produksi sendiri. Kalau bahan baku itu saya tidak mau terbuka, karena takut shortage. Pokoknya kita dapat sumber bahan baku sehingga bisa produksi," ucapnya.

Terkait alat perlindungan diri (ADP), Erick mengatakan pihaknya juga terus berupaya untuk memenuhi ketersediaannya sehingga tidak mengganggu penanganan COVID-19.

"Kita tidak mau nanti para dokter, perawat yang sebagai ujung tombak tidak tersedia. Bahkan, Alhamdulillah teman-teman swasta ingin bantu juga, baik masker maupun APD. Nanti, juga kita bentuk tim untuk menampung ini. Kita benar-benar berupaya maksimal sesuai dengan arahan Presiden," katanya.

 
Kasus COVID-19

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menyebutkan hingga Sabtu (21/3) total kasus positif COVID-19 di Indonesia bertambah 81 orang menjadi 450 orang dari 369 pada Jumat (20/3).

Achmad Yurianto menyebutkan angka kematian juga bertambah enam orang menjadi total 30 orang, sedangkan yang berhasil sembuh bertambah empat orang menjadi 20 orang.

Menurut dia, untuk penanganan COVID-19, Kementerian Kesehatan akan menyiapkan sekitar 12 juta masker bedah dan lebih dari 81 ribu masker jenis N95 yang akan didistribusikan ke rumah sakit-rumah sakit di seluruh Indonesia.

"Distribusi kita tetap akan mengacu kepada sistem. Kita akan mendorong kepada Dinas Kesehatan provinsi dan silakan end user, rumah sakit, klinik dan sebagainya yang membutuhkan ini mengajukan lewat dinas kesehatan provinsi," kata dia dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Sabtu.
Dia menjelaskan tindakan itu sebagai salah satu bentuk komitmen pemerintah menghadapi penyebaran COVID-19. Ia memastikan semua alat pelindung diri (APD) itu akan segera bisa dimanfaatkan oleh yang membutuhkan.

Achmad Yurianto yang merupakan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes itu, mengatakan pemerintah juga akan menambah tempat tidur bagi penderita COVID-19 yang memang membutuhkan karantina rumah sakit dan layanan medis.

Selain penyediaan rumah sakit khusus untuk merawat pasien positif COVID-19, baik rumah sakit pemerintah, BUMN atau swasta, kata dia, tidak lama lagi pemerintah akan bekerja sama dengan swasta untuk menggunakan hotel yang akan digunakan sebagai ruang isolasi.

Pemerintah juga sudah menyiapkan Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta untuk menjadi tempat karantina pasien COVID-19 untuk menekan angka penyebaran.

"Yakinlah bahwa pemerintah bekerja, betul-betul menyiapkan semua sarana, semua kapasitasnya sepenuhnya untuk penanggulangan penyakit ini. Tujuan kita sama, yaitu SDM kita yang sehat. Ini menjadi kunci yang paling penting bagi kita," kata Yuri.

Editor: redaktur

Komentar