Strategi DP3APM Kota Bandung Minamilisir Kasus Perundungan

strategi-dp3apm-kota-bandung-minamilisir-kasus-perundungan Ilustrasi. (Net)

DIDADAMEDIA, Bandung - Bulliying atau perundungan terhadap anak menjadi persoalan yang banyak dikhawatirkan oleh berbagai pihak, terutama orang tua. Apalagi, kasus perundungan memberi dampak luar biasa terhadap perkembangan anak.

Atas dasar itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus berupaya menangani dan memerangi khasus bulliying terhadap anak-anak. Beragam strategi telah dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung, di antaranya dengan melakukan sosialisasi ke sekolah tentang efek bulliying.

Dalam program Bandung Menjawab di Balai Kota Bandung, Kamis (6/2/2020), Sekretaris DP3APM, Irma Nuryani menjelaskan salah satu ciri yang harus dilihat dari anak korban bullying yakni perubahan sikap menjadi lebih pendiam. Perubahan sikap tersebut menjadi dampak paling berbahaya akibat dari bullying verbal, ketimbang bullying non verbal atau kekerasan fisik yang tampak secara kasat mata.

“Hal itu semacam sebab akibat, karena awalnya mereka dibully tapi reaksinya mencari kekuatan lebih akhirnya dengan mem-bully orang lain. SMP ini yang rawan karena di SMP ini mulai saling mengejek lalu di grup WA saling menghina dan biasanya dilanjut dengan perkelahian di luar sekolah,” papar Irma.

Diungkapkannya, sepanjang 2019 hingga Januari 2020 kasus perundungan atau bullying yang menimpa siswa di kota Bandung, cenderung mengalami penurunan. Tidak seperti di daerah lain, kota Bandung belum menemukan kasus yang sampai merenggut nyawa korban bullying.

"Itu harapan kami, dimana kasus tersebut bisa terus diminimalisir, apalagi Kota Bandung merupakan kota layak anak dengan melakukan sosialisasi di berbagai tempat terutama berkerja sama dengan sekolah-sekolah. Kalau pun ada DP3APM berserta jajaran sekolah, masyarakat dan komunitas yang peduli terhadap anak bisa secepatnya menangani,” katanya.

Lebih jauh Irma menerangkan, cara bulliying sendiri ada dua bentuk, yaitu fisik dan non fisik. “Yang fisik mungkin bisa kelihatan dengan babak belurnya anak, tapi non fisik itu yang tidak kelihatan, sangat berdampak luar biasa. Itu sama-sama kita hindari supaya anak-anak bisa berkembang sesuai dengan yang kita harapkan,” ujarnya.

Pada tahun 2018 lalu, lanjutnya, data pengaduan yang masuk ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sebanyak 8 kasus yang berhasil di tangani. Selain itu juga ada kasus yang terjadi di sekolah yang luput karena tidak adanya pelaporan.

Editor: redaktur

Komentar