DIDADAMEDIA, Bandung - Staf Ahli Hukum dan HAM dari Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mendatangi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung, pada Rabu (22/1/2020).
Kedatangan staf ahli KSP ini, untuk menemui para peserta didik di Wyata Guna yang sempat terdampak dari adanya perubahan fungsi dari panti menjadi balai.
"Jadi kita ingin mendengarkan sebanyak-banyaknya informasi fakta di lapangan dari berbagai pihak termasuk dari temen-temen (disabilitas) yang sempat melakukan mempertahankan haknya," kata Tenaga Ahli Hukum dan HAM, Sunarman Sukamto saat ditemui usai pertemuan.
"Kita akan bertemu dengan berbagai pihak lagi intinya kita kantor staf presiden ingin mendengar ingin mendapatkan informasi senyata-nyatanya setelah itu baru kita kaji kita rumuskan apa nanti," sambung dia.
Maman mengapresiasi telah adanya kesepahaman usulan dari peserta didik di Wyata Guna. Dengan begitu permintaan dari mereka yang terdampak peralihan fungsi panti menjadi balai ini, dapat segera terwujudkan.
"Tapi yang jelas kita apresiasi sudah ada kesepahaman supaya nanti permintaan teman-teman kesepahaman ini segera di wujudkan pemberian haknya karena itu yang jelas haknya tidak boleh diabaikan," katanya.
Maman mengatakan setelah dari pertemuan ini serta pertemuan dengan pihak lainnya yang terkait, mereka akan melihat kebijakan yang sudah ada. Namun mereka memastikan, jika hak pendidikan dan hak sosial para penyandang disabilitas tidak terabaikan.
"Kita akan lihat lagi kebijakan yang sudah ada. Yang jelas hak teman-teman jangan di abaikan hak pendidikan dan hak sosial yang lain," ucap dia.
Sementara itu, Ketua Forum Akademisi Pendidikan Luar Biasa, Riyanto yang juga turut hadir dalam pertemuan tersebut menuturkan, selama pertemuan berlangsung mereka membahas pelaksanaan mediasi dari peserta didik yang terdampak dengan Mentri Sosial yang sebelumnya menjadi usulan kesepahaman.
"Yah tadi kita sesuai dengan perjuangan selama lima hari empat malam kita tidur di depan kita tadi lebih menegaskan biar janji staf kementrian itu yang katanya mau menemukan kami mau mediasi kami dengan pak Mensos biar cepat dilaksanakan. Kedua kami juga ingin lebih bapak presiden cepat-cepat turun menangani kasus ini. Soalnya ini merupakan kasus yang sudah lama terutama bagi adik-adik kami disini yang pengen mengelola pendidikan formal maupun non formal yah cuma dari Kemensos hatinya enggak sosial gitu," kata dia.
Pada kesempatan itupun, ada beberapa tuntutan yang disampaikan diantaranya menuntut pencabutan permensos tahun 2018 serta pemulihan tempat Wyata Guna. "Biar adik-adik kami masih bisa sekolah disini enggak perguruan tinggi itu aja tadi," pungkasnya.
Kemensos mengeluarkan Permensos Nomor 18 tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial. Melalui Permen tersebut, nomenklatur Wyata Guna yang asalnya berbentuk panti menjadi balai.
Perubahan itu berdampak terhadap pelayanan penghuni asrama yang selama ini menghuni Wyata Guna. Puluhan penyandang disabilitas bahkan telah diminta meninggalkan Wyata Guna sejak 21 Juli 2019 lalu.
Alhasil pada Kamis 9 Januari 2020, sebanyak 30 penyandang disabilitas yang merupakan alumni Wyata Guna yang telah mendapat pelayanan dan pelatihan harus meninggalkan tempat yang menjadi naungannya selama ini.
Mereka melakukan aksi berdiam diri di depan Balai hingga bermalam sebagai bentuk kekecewaannya terhadap Permensos tersebut.
Hingga pada 18 Januari 2020, sebanyak 32 mahasiswa tunanetra mantan penerima manfaat (PM) yang menggelar aksi mendirikan tenda di trotoar, akhirnya mencapai kesepakatan dengan Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung.
Mereka para penyandang disabilitas netra itu di beri kesempatan untuk tetap tinggal di balai Wyata Guna hingga mereka selesai menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Kesepakatan ini diambil setelah negosiasi panjang antara penerima manfaat balai Wyata Guna dan pihak Kementrian Sosial.