DIDADAMEDIA, Bandung - Pemkot Bandung dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung mendorong warga yang berpotensi terjangkit virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) memeriksakan kesehatannya. Tujuannya, untuk mendeteksi keberadaan virus tersebut dalam tubuh sejak dini.
Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana menuturkan, pemeriksaan tersebut penting agar bisa segera diobati. Pemkot Bandung telah menyediakan fasilitas-fasilitas tes kesehatan dan penanggulangan HIV hingga tingkat Puskesmas. Warga bisa langsung datang ke Puskesmas memeriksa secara gratis.
“Sudah ada upaya tes HIV gratis. Kalau orang sungkan untuk tes di wilayahnya, bisa saja dia tes di wilayah yang agak jauh. Minimal kita dorong orang supaya (periksa). Karena HIV/AIDS ini kita tidak pernah tahu penyebab terinfeksinya,” tutur Yana usai melantik lima Kelompok Kerja (Pokja) KPA Kota Bandung di Auditorium Balai Kota Bandung, Rabu (14/11/2018).
Jika setelah menjalani tes ternyata seseorang terbukti terinveksi, Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) juga bisa mendapatkan pengobatan secara gratis di Puskesmas. Selain itu, ODHA bisa mendapatkan Antiretroviral (ARV) gratis serta mendapat pendampingan dari Puskesmas maupun KPA.
Menurutnya, pendeteksian lebih awal juga bisa mencegah penyebaran virus tersebut kepada orang yang sehat. ODHA dapat melakukan serangkaian tindakan agar dapat menahan potensi penularan.
“Bukan berarti kita men-judge, tapi mewaspadai saja agar dia tidak menginveksi orang lain. Ini supaya ODHA tidak bertambah. Karena kalau sudah mengobati dirinya, dia pasti tidak akan menularkan kepada orang lain. Sehingga kita akan semakin menurunkan risiko orang terkena HIV/AIDS,” katanya.
Hal senada diungkapkan Sekretaris KPA Kota Bandung dr. Bagus Rahmat Prabowo. Selain pemeriksaan sejak dini, KPA Kota Bandung juga berupaya menjangkau ke lokasi-lokasi potensial penyebaran virus HIV/AIDS. Sebagaimana diketahui, virus tersebut dapat menyebar melalui penggunaan narkoba suntik dan hubungan seks yang tidak sehat.
Bagus mengatakan, dewasa ini tantangan terbesar ada pada penyebaran aktivitas jual-beli seks secara online. KPA tidak memungkiri adanya fenomena tersebut. Ini menjadi tugas besar bagi KPA Kota Bandung.
“Aktivitas seks ada di seluruh Kota Bandung berisiko, kita tidak mensasar di satu spot saja. Apalagi sekarang dunia internet, kalau jual seks tidak harus fisik, online juga banyak. Justru yang online ini yang sulit kita jangkau dan edukasi. Jadi sulit dideteksi,” jelasnya.
Oleh karena itu, Pokja KPA hadir untuk mengatasi fenomena HIV/AIDS melalui berbagai strategi. Ada lima Pokja yang dilantik hari ini, yakni Pokja Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), Pokja Remaja, Pokja Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan; Pokja Pengurangan Dampak Buruk NAPZA, dan Pokja Pencegahan HIV melalui Transmisi Seksual.
“Pokja ini karena terdiri dari berbagai ragam kelompok, komunitas, profesional,” imbuh Bagus.
Untuk diketahui, penyebaran virus HIV/AIDS di Kota Bandung mendapat perhatian serius. Data Dinas Kesehatan Kota Bandung menunjukkan bahwa kasus HIV/AIDS di Kota Bandung terus meningkat setiap tahun. Hingga Desember 2017, tercatat ada 4.032 kasus, terdiri dari 2.171 kasus saat ditemukan HIV, dan 1.865 kasus AIDS.
Fakta ini cukup memprihatinkan mengingat Kota Bandung beresiko menjadi generalized epidemic. Penularan terjadi pada populasi masyarakat umum. Gejala tersebut terlihat dari tingginya peningkatan kasus HIV pada ibu rumah tangga, yakni rata-rata 40 kasus pertahun dengan mayoritas tertular dari pasangan. Hingga akhir tahun lalu, telah ditemukan 518 ibu rumah tangga dengan HIV positif.
Menanggapi fenomena tersebut, KPA Kota Bandung terus bergerak untuk menekan angka penularan virus tersebut. KPA menargetkan tujuan 3 Zero dapat tercapai di tahun 2030, yakni Zero New Infection, Zero AIDS Related Death, dan Zero Stigma.
Editor: redaktur