DIDADAMEDIA, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM ) Ahmad Taufan Damanik mengatakan dalam lima tahun terakhir 30 persen aduan masyarakat yang diterima oleh mereka berkaitan dengan kasus atau konflik agraria dan rata-rata berkaitan dengan sumber daya alam (SDA).
"Teman-teman aktivis, masyarakat sipil, setiap hari, saya tahu ada Walhi, ada KPK, dan lain-lain menangani masalah-masalah agraria ini. Jadi pembangunan bangsa di tengah politik ekonomi terus berkembang dan di saat yang sama menghadapi dinamika masalah agraria yang kadang-kadang menimbulkan kepedihan hati dari sekelompok orang," kata Taufan dalam seminar nasional Penyelesaian Konflik Pertanahan yang Ramah HAM di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Ia mengatakan Komnas HAM sedang menyusun konsep penyelesaian konflik agraria di Indonesia berbasis aduan masyarakat. Setidaknya ada beberapa hal menjadi pemikiran terkait penyelesaian konflik agria dalam perspektif hak asasi manusia.
Yang pertama, konflik agraria nasional yang masih terus terjadi di beragam sektor kehidupan dan berpotensi meningkat terus secara nasional mengingat adanya kebijakan ekstraksi dan percepatan pembangunan.
"Kita tidak mendebatkan antara investasi dan hak asasi manusia, kita ingin mengawinkannya. Itu tekad dari Komnas HAM," katanya.
Kedua, masih sedikitnya resolusi konflik agraria yang berprespektif hak asasi manusia. Yang ketiga, mandat Komnas HAM untuk mendorong dan memastikan semua kebijakan negara dilandasi dengan prinsip-prinsip HAM yang melindungi hak dan martabat kemanusiaan dengan seluruh hak dasarnya yang menjadi tanggung jawab negara sebagai pemangku kewajiban dalam pelaksanaan HAM.
Komnas HAM mencatat dalam lima tahun terakhir konflik agraria tersebar hampir di 33 provinsi di Indonesia dengan luasan area mencapai 2.713.369 hektare (ha) dengan berbagai varian. Tercatat, sebanyak 42,3 persen desa (48,8 juta jiwa) berada dalam kawasan hutan.
Konflik tersebut terjadi di berbagai sektor, dengan jumlah terbesar di sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, infrastruktur, barang milik negara (BMN) dan lingkungan.
Selama 2018 hingga April 2019 tercatat sebanyak 196 kasus terkait konflik agraria di Indonesia ditangani Komnas HAM. Kasus berdasarkan aduan tersebut locus kejadian tersebar di 29 provinsi, yakni di Sumatera Utara sebanyak 21 kasus, Jawa Barat sebanyak 18 kasus, DKI Jakarta sebanyak 14 kasus, Jawa Timur sebanyak 11 kasus, Jawa Tengah sebanyak 10 kasus, Kalimantan Tengah sebanyak 10 kasus, Riau sebanyak delapan kasus dan sisanya tersebar di 23 provinsi.
Selama 2019, kata Ahmad Taufan Damanik, Komnas HAM juga melakukan pemantauan dan diskusi mulitipemangku kepentingan guna menjaring usulan penyelesaian terkait konflik agraria di beberapa wilayah Indonesia, di antaranya di Jambi, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya yang hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut mengatakan ada prinsip yang sama dari cara penyelesaian konflik lahan yang dilakukan oleh Kementeriannya dengan Komnas HAM. "Citizenship diutamakan," ujar dia.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), katanya, berpegang pada Pasal 28, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 18B Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dalam menyelesaikan konflik lahan di kehutanan.
Persoalan agraria diakui sudah banyak sejak dulu, perubahan kewenangan pemberian izin di pemerintah pusat berganti ke kabupaten lalu provinsi di masa lampau meninggalkan persoalan di masa kini. Sehingga, menurut dia, ada ekses yang membuat penyelesaian konflik ini tidak berjalan cepat meski sudah diupayakan.