DIDADAMEDIA, Jakarta - Regulasi yang melandasi penetapan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim dinilai perlu diperkuat tidak hanya sebatas keputusan menteri kelautan dan perikanan tetapi bila dimungkinkan juga diperkuat dengan peraturan presiden.
"Kami akan mendorong agar keputusan menteri yang menetapkan Teluk Benoa sebagai Konversi Maritim menjadi Peraturan Presiden, sehingga payung hukumnya lebih kuat," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi dalam rilis, Senin (2/12/2019).
Dedi Mulyadi telah memimpin tim kunjungan kerja spesifik Komisi IV DPR RI ke Provinsi Bali, 28 November 2019. Dalam kunjungan itu, ujar dia, sejumlah keluhan telah disampaikan kepada tokoh adat Bali yang terkait dengan Teluk Benoa tersebut.
"Masyarakat gelisah terkait wacana reklamasi di Teluk Benoa melalui revisi Kepmen No 46/2019. Keresahan itu disampaikan, karena di Teluk Benoa ada 70 titik suci untuk masyarakat Bali beribadah," katanya.
Menurut dia, jika pemerintah ingin melakukan pembangunan, sebaiknya selaras dengan budaya dan adat masyarakat di Bali, karena setiap pembangunan untuk manusia harus selaras dengan kehidupan masyarakat sekitar dan memperhatikan budaya dan adat masyarakat setempat.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa tumbuhkembangnya Bali menjadi pusat pariwisata Indonesia itu juga ditopang oleh faktor alam yang eksotis serta kuatnya spiritual masyarakat Bali.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra, ia menegaskan Komisi IV DPR RI akan menjadi benteng utama menolak reklamasi di Teluk Benoa, Bali, yang merupakan kawasan konservasi maritim.
"Di Bali, reklamasi kita tolak, pembangunan harus sejalan dengan kehidupan manusia yang mengedepankan kearifan lokal. Kami akan mendorong penguatan kawasan ini dan mengajak masyarakat tidak hanya menolak tetapi juga mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan pariwisata religius," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menginginkan Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014, yang terkait antara lain dengan tata ruang Teluk Benoa, dapat direvisi agar selaras dengan aspirasi dan nilai budaya yang ada di masyarakat Bali.
"(Perpres No 51/2014) mau direvisi sekarang agar bentuknya seperti apa ke depannya," kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya Setyamurti Poerwadi, di Jakarta, Selasa (15/10).
Menurut Brahmantya, pemerintah juga melakukan pembahasan bersama antara lain terkait dengan ruang bersama masyarakat, terlebih di kawasan Teluk Benoa juga ada kawasan ibadah masyarakat setempat.
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP juga menegaskan bahwa di daerah Teluk Benoa yang sudah dijadikan kawasan konservasi, tidak akan ada aktivitas proyek reklamasi.
Ia juga mengutarakan harapannya agar Pemda Bali dapat melakukan penataan dan pengelolaan, sehingga kawasan tersebut juga melestarikan kearifan lokal dan adat istiadat.
Sebagaimana diwartakan, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan agar pemerintah dapat segera menghentikan reklamasi yang dilakukan di Teluk Benoa, karena aktivitas revitalisasi tidak dapat disamakan dengan reklamasi.