Potensi Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan Belum Dipahami

potensi-pajak-rokok-daerah-untuk-kesehatan-belum-dipahami . (Ilustrasi/net)

DIDADAMEDIA - Sebuah penelitian menemukan bahwa instansi terkait keuangan di pemerintahan daerah masih belum paham tentang potensi pajak rokok daerah yang bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan masyarakat.

"Hasil studi menunjukkan, baik pihak pemerintah daerah maupun DPRD, belum sepenuhnya memahami kebijakan pajak rokok daerah," kata Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia OK Syahputra Harianda melalui siaran pers dari Komite Nasional Pengendalian Tembakau yang diterima di Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Oka, panggilan akrabnya, mengatakan ketidakpahaman komisi yang membidangi kesehatan dan keuangan di DPRD menyebabkan pengawasan legislatif terhadap eksekutif terkait penggunaan pajak rokok daerah, terutama untuk kepentingan kesehatan masyarakat, menjadi lemah.

Pihak yang sudah paham sepenuhnya tentang kebijakan pajak rokok daerah masih terbatas pada dinas kesehatan, badan perencanaan pembangunan, dan satuan polisi pamong praja.

"Akibatnya, tidak ada konsistensi penganggaran pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok dan upaya promotif dan preventif di bidang kesehatan dengan menggunakan dana pajak rokok daerah," tuturnya.

Penelitian yang dilakukan di lima kota/kabupaten, yaitu Kota Medan, DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Kulon Progo, dan Kota Denpasar itu mencoba melihat pelaksanaan pajak rokok daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Menurut Undang-Undang tersebut, pajak rokok baik untuk provinsi maupun kabupaten/kota dialokasikan paling sedikit 50 persen untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat berwenang seperti pemberantasan roko ilegal dan penegakan aturan kawasan tanpa rokok.

Penelitian tersebut merupakan kerja sama antara Yayasan Pusaka Indonesia, Medan; Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA); Jogja Sehat Tanpa Tembakau (JSTT); Udayana Central, Bali; No Tobacco Community, Bogor; dan Komite Nasional Pengendalian Tembakau.

Editor: redaktur

Komentar